Tempo.Co

Parlemen Indonesia Mendukung One Belt One Road Policy
Rabu, 18 April 2018
Wakil Ketua Komisi I Satya Widya Yudha menyebutkan bahwa tenaga kerja asing di tempatkan sesuai kompetensi. di Nusantara III Gedung DPR RI. Rabu, 18 April 2018. (Foto: Tempo/Sukarnain)

Parlemen Indonesia menyatakan siap mendukung kebijakan One Belt One Road dari Tiongkok (China). Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Satya Widya Yudha usai mendampingi Ketua DPR Bambang Soesatyo menerima Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xiao Qian di Gedung DPR RI, Rabu 18 April 2018. Satya menyampaikan apresiasi atas kedatangan Xiao Qian sebagai Dubes yang baru dan kedatangannya ke parlemen Indonesia dianggap sebagai komitmen China dalam menjalin kerjasama di dalam segala bidang.

One Belt One Road policy yang dicanangkan oleh China, menurut Satya harus ditindaklanjuti oleh negara Asia khususnya ASEAN karena akan meliputi 60 negara yang terlibat di dalam kebijakan itu.

“Kami juga menandaskan Indonesia mendukung kebijakan One Belt One Road policy dari China. Karena itu melibatkan 60 negara yang terkoneksi dan mempengaruhi sekitar 40 persen PDB (produk domestic bruto) dunia dan 75 persen kekuatan infrastruktur energy,” ujarnya.

Dengan kebijakan itu, Indonesia akan menyiapkan aspek-aspek yang dibutuhkan terkonektivitasnya antara Cina, Asia dan ASEAN khususnya.

Dalam pertemuan yang digelar secara tertutup itu, kedua belah pihak juga menyampaikan jika masuknya investasi yang besar dari China ke Indonesia seharusnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tidak menggerus tenaga kerja lokal. Hal ini sudah menjadi keresahan di beberapa negara seperti Malaysia dan Filipina dan kini di Indonesia.

“Kami tidak menginginkan investasi yang bermaksud baik tapi mendapatkan reaksi tajam dari masyarakat hanya karena tidak merata pembagian pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal,” kata Satya.

Terkait visa bebas, awalnya langkah itu dilakukan untuk meningkatkan investasi asalkan disertai dengan aturan yang baik. Sehingga kedatangan tenaga kerja dari China tidak mengurangi jatah pekerjaan yang seharusnya diberikan bagi  pekerja lokal.

Penanganan itu hendaknya diatur secara baik di bawah ranah Kementerian Tenaga Kerja. Satya berharap, ada pengaturan secara ketat di semua sektor lapangan pekerjaan di Indonesia agar pola seleksi berdasarkan keahlian dan skill yang tidak bisa ditangani secara langsung oleh tenaga kerja lokal.

“Kita inginkan persaingan di tingkat atas. Skill work itu tetap diberikan peluang bagi tenaga kerja Indonesia karena penciptaan lapangan kerja ini tujuannya menciptakan pertumbuhan ekonomi,” kata Satya.

Selain itu, di pertemuan ini juga Indonesia juga menekankan pemerintah China agar bertanggung jawab terhadap investasi China yang ditengarai mangkrak, khususnya pembangunan PLTU Tahap I 10 ribu megawaat yang saat ini capaiannya masih belum menggembirakan walaupun sudah di atas 70 persen. Seharusnya pekerjaan itu sudah selesai 10 tahun lalu. Parlemen Indonesia berharap pemerintah China menyampaikan hal ini kepada pengusaha  yang melakukan investasi di Indonesia. (*)