Tempo.Co

DPR : Perlu Aturan Bagi Ojek Online
Senin, 23 April 2018
Komisi V menerima udiensi Ojek Online di Gedung DPR RI. Senin, 23 April 2018. (Foto: Tempo/Sukarnain)

Anggota Komisi V DPR I Bambang Haryo Soekartono mengatakan jika sewa kendaraan bermotor online atau ojek online masih dibutuhkan masyarakat. Dari perhitungannya, setiap hari ada 1 miliar perjalanan yang dilakukan secara online. Selain itu dikatakan Bambang, keberadaan ojek online juga patut diperhitungkan karena sudah membawa banyak ruang publik melalui sejumlah kemitraan.

“Karena pekerjaan ojek online yang luar biasa, kami atas nama Komisi V akan mendukung terealisasinya harapan ojek online,” kata Bambang dalam rapat Komisi V DPR RI dengan asosiasi ojek online.

Anggota Komisi V DPR RI Ade Rezeki Pratama mengatakan jika setelah bertahun-tahun, kehadiran aplikasi transportasi online di Indonesia menjadi kiblat bagi aplikator dunia. Sementara itu, di Indonesia, pemerintah sudah melakukan moratorium bagi mitra kerja baru transportasi online.

Ade menilai jika situasi miris ini dapat dilihat bagaimana para pengemudi ojek online harus bekerja keras menghidupi keluarga sementara itu di sisi lain, harga tarif sangat murah. Padahal aplikator ojek online mendapat suntikan dana dari negara lain seperti Singapura dan negara lain hingga Rp 60 triliun.

“Saat ini aplikator mendapat suntikan dana, akan tetapi pada kenyataannya driver harus mengejar target, padahal seharusnya antara aplikator dengan driver adalah kemitraan, ” kata Ade Rezeki yang melihat jika selama ini para driver ojek online ibarat sapi perah dari aplikator.

Oleh karena itu, Ade menilai jika perlu perlindungan hukum baik secara legislasi maupun yang lain. Dalam pertemuan selanjutnya, Ade menilai aplikator ojek online harus menjelaskan permasalahan ini.

Sementara itu, Neng Eem Marhamah Zulfa mengatakan jika selama ini Kementerian Perhubungan belum mengambil kebijakan karena tidak ada payung hukum yang jelas yang mengatur tentang ojek online beroda dua. Hal ini kemudian menjadi permasalahan bagi para pengemudi ojek online. Selama ini aturan yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen tidak memberi perlindungan bagi konsumen yang dilayani ojek online.

“Padahal ojek online tidak hanya mempunyai beban pada keluarganya, akan tetapi juga kepada konsumen,” ujar Neng.

Sebelumnya Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) di bawah kordinator Imanuel Pontoh mengatakan jika forum ini terbentuk karena prihatin pada keberadaan ojek online (ojol) di Indonesia yang tidak mempunyai payung hukum dan kerap diperlakukan tidak adil oleh aplikator ojek online.

“Nasib ojol semakin buruk,” ujar Imanuel.

Dalam aksi damai yang digelar di depan gedung DPR, Senin 23 April 2018 menuntut agar menetapkan tarif bayar paling bawah Rp 3200, meminta DPR mendesak presiden agar membuat regulasi bagi ojek online, merevisi UU No 22 Tahun 2009 dan meminta agar transportasi mereka diakui sebagai moda transportasi publik. (*)