Tempo.Co

Solusi Hilangkan Pelaku Kejahatan di Bawah Umur
Rabu, 06 Juli 2016
Tidak semua orang memiliki kedewasaan dan ketahanan untuk bisa mengendalikan diri.

Anggota DPR RI Ledia Hanifa mengungkapkan bila maraknya kekerasan seksual, khususnya kepada anak, hanya dapat dihapuskan jika pemerintah lebih menekankan pada upaya pencegahan. Upaya preventif ini, ujar Ledia Hanifa, bersumber dari pembinaan yang utuh dalam sebuah institusi bernama keluarga.

“Kita tahu bahwa pelaku kejahatan banyak yang di bawah umur. Ini menunjukkan betapa sesungguhnya faktor pembinaan dalam keluarga itu menjadi hal yang harus diperhatikan. Jika di dalam suatu keluarga sudah terbina dengan baik, maka kekerasan tidak akan menjadi satu-satunya jalan keluar,” tegas anggota Komisi DPR VIII ini pada 20 Juni lalu.

Selain itu, ujarnya, pemicu juga harus dihilangkan, seperti narkoba, minol dan pornografi. “Trigger ini harus dihilangkan secara paralel, sebab kalau satu-satu tidak akan selesai, dia akan muncul lagi secara berulang,” tuturnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid menyerukan kepada para orang tua supaya memberikan penjelasan terhadap situasi saat ini. “Berikan penjelasan tentang pendidikan seks dan maraknya kekerasan seksual. Dan juga berikanlah sedikit kewaspadaan serta pelatihan-pelatihan terhadap pengamanan diri dari kejahatan seksual,” sarannya.

Saya kira, lanjut Sodik, masih langka orang tua sekarang ketika anaknya pergi kemudian dititipkan pesan agar hati-hati terhadap kejahatan seks. “Selama ini berhati-hati hanya kepada kejahatan narkoba, geng motor, dan penjambretan. Sekarang perlu ditambahkan kewaspadaan kepada kekerasan seksual,” tegasnya.

Sodik menyayangkan, faktor penyebab kekerasan seksual yang paling jelas adalah begitu mudahnya orang-orang mengakses situs pornografi. “Tidak semua orang memiliki kedewasaan dan ketahanan untuk bisa mengendalikan diri. Terlebih jika anak remaja yang mengaksesnya,” prihatin Sodik.

Sejujurnya, lanjut Sodik, menghadapi realita seperti ini saja seharusnya orang tua tergugah. Apalagi melihat anak remaja atau pemuda yang kapasitas pengendaliannya masih rendah, yang kemudian tidak ada penyalurannya. “Kita harus meminimkan kalau tidak bisa menghapus situs-situs pornografi itu,” tutupnya. (*)