Tempo.Co

Rumah Sakit Harus Sediakan Crisis Center
Selasa, 19 Juli 2016
Crisis Center tidak diperuntukkan bagi korban vaksin palsu saja, akan tetapi juga untuk menelusuri akar masalah.

Ketua DPR RI Ade Komarudin akan segera menggelar rapat pimpinan DPR dan membentuk Tim Pengawasan Dewan yang terdiri dari Komisi IX, III dan VI untuk menindaklanjuti peredaran vaksin palsu. Saat menerima  Aliansi Korban Vaksi di Gedung DPR RI, Selasa 19 Juli 2016, Akom, mengatakan kasus vaksin palsu akan selesai ditangani.

Akom juga berharap crisis center di setiap rumah sakit berfungsi maksimal. Crisis Center tidak diperuntukkan bagi korban vaksin palsu saja, akan tetapi juga untuk menelusuri akar masalah  atau penyebab munculnya peredaran vaksin palsu di tengah-tengah masyarakat.

“DPR sudah melakukan langkah komprehensif, ini menjadi kepedulian bersama, menjadi masalah kita,” kata Akom.

Oleh karena itu, penyelesaian masalah ini juga hanya melibatkan DPR. Akan tetapi,  juga akan mengajak aparat Kepolisian RI untuk menindak tegas pelaku pengadaan vaksin palsu.

“Kami ingin polisi mencari tahu dan menindak tegas siapa biang kerok pengadaan vaksin palsu. Masalah ini harus ditangani serius karena menyangkut generasi penerus,anak, cucudan masa depan yang akan melanjutkan masa depan bangsa,” ujarnya.

Masalah ini juga menjadi perhatian Komisi IX. Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf sudah menyiapkan langkah-langkah  menindaklanjuti laporan ini. Pihaknya telah meminta pemerintah  melakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan vaksinpalsu tersebut berbahaya atau tidak. Komisi IX telah menyikapi persoalan ini kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Menurut Badan POM, kandungan dalam vaksin aman saja. Akan tetapi, jika menyangkut higienitas, kemungkinan bakteri masih menimbulkan bahaya.

“Apakah vaksin ini berbahaya atau tidak. Dari penjelasan diketahui bahwa vaksin ini tidak menjadi bahaya karena isinya vaksin biasa yang diberikan gratis oleh pemerintah dan ditambah cairan yang tidak berbahaya,” kata Dede.

Langkah ini diyakini belum memberikan rasa aman, apakah anak yang terkena vaksin palsu menjadi tidak punya kekebalan. Oleh karena itu, harus diambil langkah dengan menyelamatkan anak-anak dengan memberikan vaksin yang dijamin dari pemerintah.

Selain itu, Komisi IX akan melibatkan Satuan Petugas untuk melanjutkan penelusuran di 9 provinsi,  sejak tahun berapa peredaran vaksin terjadi. Kendati demikian, keberadaan vaksin palsu ini diharapkan tidak mempengaruhi tenaga medis merasa tidak nyaman dan tidak aman. “Program kesehatan harus tetap berjalan,” katanya.

Sementara itu, Imam Subali, salah satu orangtua yang tergabung dalam Aliansi Korban Vaksin Palsu tetap merasa khawatir pada efek samping pemberian vaksin palsu Kanza. bayinya lahir pada bulan Juni dan mendapat vaksinasi dari RS Harapan Bunda. Menurutnya, dokter di RS Harapan Bunda menyadari dengan betul bahwa vaksin yang diberikan pada Kanza adalah palsu dan melakukan pembiaran pada masalah itu.

Dia berharap pemerintah memberikan penjelasan dan pengananan yang tepat untuk mengatasi masalah ini. “Dengan pemberian vaksin palsu ini kami menjadi khawatir, paranoid. Kami ingin pemerintah memberikan rasa nyaman,” kata Imam.