Komisi III DPR RI menerima penjelasan Menkopolhukam terkait pemberian amnesti dan abolisi terhadap kelompok bersenjata di Aceh Nurdin Bin Ismail alias Din Minimi dan kelompok separatis Papua di bawah pimpinan Goliat dalam kesimpulan rapat kerja, Kamis, 21 Juli 2016.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi III Bambang Soesatyo yang juga pimpinan rapat. Raker ini juga dihadiri kepala BIN, kepala BNPT, wakil Panglima TNI, kabareskrim, jampidum, dan perwakilan Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam rapat Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan kebijakan pendekatan soft power dengan pemberian amnesti dan abolisi terhadap kelompok Din dan Goliat ini bisa berdampak lebih bagus terhadap situasi keamanan negara. "Dengan langkah ini kita ingin menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa diatur atau didikte negara lain. Selama ini orang melihat Indonesia sepertinya bisa diatur. Jadi kita harus tunjukkan Indonesia negara besar yang tidak bisa diatur. Masalah hukum kita tidak bisa didikte pihak lain," ujar Menko Polhukam.
Anggota Komisi III menyikapi permintaan Menko Polhukam ini berdasarkan suara fraksi. Fraksi PDIP menginginkan agar pemberian amnesti dan abolisi harus didahului proses hukum yang inkrah. "Presiden harus meminta kajian-kajian hukum dan politik kepada kejagung, MA, Kementerian Hukum dan HAM, serta TNI dan Polri supaya tidak salah langkah. Yang jelas, kita tetap berpegang pada proses hukum yang berkepastian," ujar Junimart Girsang, mewakili Fraksi PDIP.Menurut Junimart, hukum harus dijadikan "panglima" yang tidak bisa dikalahkan alasan politik.
Tapi menurut Fraksi Partai Golkar, pemberian amnesti dan abolisi kepada kelompok bersenjata di Aceh dan Papua ini bisa dilakukan dengan mengesampingkan perkaranya, yaitu dengan menggunakan lex specialis sesuai UU No.16 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kejaksaan. Dimana dalam pasal 35 c disebutkan bahwa dalam hal untuk kepentingan umum, jaksa dapat mengesampingkan perkaranya. "Karena menurut saya, perlakukan terhadap terhadap Din Minimi dan Goliat itu dilakukan dengan musyawarah dan bukan penangkapan," ujar Aziz Syamsuddin, mewakili Fraksi Golkar.
Erma Suryani dari Fraksi Demokrat meminta agar pemerintah bisa memberikan data yang lebih akurat dari para kelompok bersenjata ini. Sebab, ia melihat ada perbedaan data yang disampaikan kepala BIN dan polri. "Ini bertujuan agar jangan sampai kriminal bersenjata mendapatkan previlage yang sama dengan yang tidak," ujarnya.
Daeng Muhammad, mewakili Fraksi PAN meminta agar sebelum diberikan amnesti dan abolisi ini, kelompok ini perlu diklasifikasi apakah melakukan kejahatan politik dan kriminal biasa. "Jangan sampai ini jadi alat kelompok lain untuk melakukan hal serupa. Jadi PAN ingin keputusan pemerintah dilakukan dengan pertimbangan matang dan tidak menjadi persoalan di kemudian hari," ucapnya.
Fraksi Nasdem, Hanura, dan PKS juga setuju agar sebelum pemberian amnesti dan abolisi, proses hukum terhadap kelompok bersenjata ini perlu dilakukan terlebih dulu.
Soal keputusan akhir pemberian amnesti dan abolisi terhadap kelompok bersenjata Din Minimi dan Goliat ini selanjutnya akan dibicarakan dalam rapat internal Komisi III. (*)