Ketua DPR RI Ade Komarudin (Akom) mengatakan setuju jika dilakukan penguatan kelembagaan di Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Hal ini penting dalam upaya mewujudkan cita-cita merevolusi mental birokrasi pemerintahan.
“Saya setuju dilakukan penguatan di lembaga pengawasan pelayanan publik ini. Apalagi Presiden mengatakan banyak kasus-kasus birokrasi yang masih perlu dibenahi. Pelayanan publik digaji, sementara dalam melayani masyarakat masih banyak inefisiensi,” ujar Akom saat menerima Komisioner Ombudsman yang dipimpin Ketua Ombudsman Amzulian Rifai di ruang rapat Pimpinan, gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Selasa, 26 Juli 2016.
Akom juga menyoroti soal perizinan yang sering dikeluhkan Presiden Joko Widodo, dimana rantainya sangat panjang. “Ini akan membuat semakin panjang juga moral hazard yang ada di lingkungan birokrasi kita. Jadi ini harus dipangkas habis. Begitu juga soal pajak, bea cukai, dan pertanahan,” tuturnya. Soal tanah saja, kata Akom, dari dulu hingga kini belum pernah ada perbaikan UU Pertanahan. Ini yang membuat pembangunan infrastruktur menjadi tersendat.
Begitu juga untuk birokrasi di tingkat elit, Akom mengatakan perlu ada kajian terhadap UU Aparatus Sipil Negara (ASN). Menurut Akom, hampir semua menteri mengeluh soal orang-orang yang duduk di eselon 1 dan sekjennya, dimana yang menentukan bukan lagi pemimpin institusinya tapi lembaga lain. “Ini menyebabkan hampir semua menteri mengeluh karena banyak yang tidak kenal dengan pejabat-pejabat eselon 1 dan sekjen. Ini bahaya, ujung-ujungnya yang berfungsi nanti staf khusus. Ini yang harus diperbaiki oleh kita supaya jangan berkembang terus,” ucap Akom.
Dalam kesempatan itu, Ketua Ombudsman Amzulian Rifai menyampaikan bahwa dari laporan triwulanan Ombudsman yang sudah diserahkan ke Komisi II, 10 institusi mendapat sorotan terbanyak dari publik. Sorotan terbesar itu ditujukan ke pemda, menyusul kepolisian dan pertanahan. Ia juga berharap revisi Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia agar ORI mampu memberikan sanksi tidak hanya rekomendasi. Karenanya, Ombudsman Republik Indonesia meminta dukungan politik dari DPR agar bisa menjalankan tugasnya secara efektif dalam mengawasi pelaksanaan pelayanan publik.
"Dukungan yang diperlukan Ombudsman yaitu salah satunya dukungan politik penguatan lembaga khususnya revisi Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008," kata Amzulian Rifai.
Selain itu, Ombudsman juga membutuhkan dukungan strategis dan operasional agar rekomendasi Ombudsman dapat dipatuhi oleh lembaga, kementerian dan instansi lainnya.
Akom sepakat dengan hal ini. Ia berharap Ombudsman RI harus bisa memberikan sanksi, tidak hanya rekomendasi. “Ombudsman RI harus dikuatkan menjadi eksekutorial. Percuma saja kalau Ombudsman hanya punya rekomendasi, tapi tidak bisa memberikan sanksi,” katanya. (*)