Kehadiran Sri Mulyani dalam Kabinet Kerja pada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diharapkan mampu menggali sumber-sumber baru penerimaan negara selain pajak. Ini ujian bagi Sri Mulyani dalam mengelola kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru mencapai targetnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, Rabu 27 Juli 2016 mengatakan, “Dengan masuknya Sri Mulyani dengan segala kapasitas dan jaringannya, semoga bisa meningkatkan kepercayaan publik, terutama dunia usaha. Dalam jangka pendek pekerjaan rumah yang dibereskan adalah suksesnya Undang-Undang Tax Amnesty untuk menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur.”
Untuk jangka panjang, menurut Heri diperlukan reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat untuk merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi. Dan defisit APBN yang makin melebar mencapai 3 persen memang harus ditangani oleh sosok menteri yang tidak saja mengerti persoalan teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni.
“Kita akan lihat dalam beberapa waktu ke depan. Dalam waktu dekat, harus tergambar dalam rancangan RAPBN 2017 yang akan datang,” katanya.
Dia berharap seluruh kebijakan arsitektur keuangan nasional berjalan mulus. Dan itu butuh integritas yang kuat. Karena itu, dengan segala kurang lebihnya, Heri berharap Sri Mulyani tidak terpenjara oleh masa lalu yang cukup kelam seperti kasus Bank Century. (*)