Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) meminta pemerintah pusat serius memberikan keadilan pembangunan, terutama di bidang pertambangan dan energi. Sebab, Pemprov Malut tidak banyak menikmati kekayaan alamnya.
Dalam pertemuan delegasi Komisi VI DPR RI dengan Pemprov Malut, di Kota Sofifi, Senin 1 Agustus 2016, Wakil Gubernur Malut M. Natsir Thaib dan SKPD mengatakan BUMN PT Antam menguasai dan mengeksplorasi pertambangan di Halmahera Timur Malut. Akan tetapi, Pemprov Malut tak banyak mendapat bagian dari kekayaannya sendiri. Hal ini dilihat dari anggaran daerah Malut yang terus berkurang dari Rp2,258 triliun pada 2015, kini tinggal sekitar Rp1 triliun lebih. Padahal kebutuhan pembangunan Malut cukup tinggi, apalagi berbatasan dengan negara lain.
Selain itu, penguasaan tambang oleh Antam dinilai tak membawa kesehteraan bagi masyarakat setempat. Masyarakat justru terpapar penyakit dari polusi tambang.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana yang memimpin rombongan ini berjanji akan mendalami informasi ini. Pembangunan smelter oleh Antam juga tidak menunjukkan kemajuan padahal Antam sudah mendapat PMN Rp3 triliun lebih.
Selain persoalan pertambangan, Malut juga kekurangan energi karena hanya menerima suplai solar dari Sulawesi Utara dan Jawa timur. Pajak energi diambil oleh dua provinsi penyuplai. Kondisi ini mengakibatkan harga solar di Malut mahal mencapai Rp10 ribu per liter.
Delegasi Komisi VI Bambang Haryo Soekartono, Nyat Kadir, Adisatrya Suryo Sulisto, Dwie Arum Hadiatie, Andriyanto Johan Syah, dan Nur Hasan Zaidi ikut mendengarkan keluhan ini dan akan menindaklanjuti masalah ini ke pemerintah (*).