Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi di Maluku Utara (Malut) belum maksimal memberi kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Koordinasi dan sinergi masih menjadi masalah di sana. Padahal, kekayaan alam dan pariwisata di Malut sangat potensial.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Nur Hasan Zaidi usai mengikuti pertemuan dengan sejumlah BUMN di Ternate, Malut, Selasa, 2 Agustus 2016. "Kata kuncinya sinergi dan koordinasi antara BUMN, pemda, dan kementerian terkait belum berjalan. Mestinya antara pelayanan dan bisnis bisa berjalan beriringan, sehingga kesejahteraan masyarakat pun bisa membaik. Sinergi dan koordinasi masih jadi barang mahal," ujar politisi PKS ini.
Ia menambahkan investasi jangka panjang di Malut harus juga diperhatikan oleh sejumlah BUMN. Investasi yang panjang tentu akan membawa dampak kesejahteraan bagi rakyat. "Kementerian BUMN harus mengarahkan investasi jangka panjang. Apalagi, di Malut ada 'sepenggal surga', yaitu kekayaan alam dan pariwisata," katanya.
Pada bagian lain, ia juga menyoroti soal kesiapan SDM di Malut. Jika SDM bagus, pengelolaan BUMN dan pemerintahan juga membaik. Untuk itu, program CSR BUMN bisa juga diarahkan untuk pemberdayaan SDM di Malut.
Nur Hasan mengingatkan tentang faktor historis Malut yang sangat panjang. Sebelum Indonesia merdeka, sudah berdiri empat kesultanan di Malut, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, empat kesultanan ini menyatakan kesetiaannya pada NKRI. Bahkan, kesultanan di Malut telah memberi sumbangsih terbaiknya bagi Indonesia. Namun, ketika Malut telah ditetapkan sebagai provinsi baru sejak 1999, pemerintah pusat kerap memberi harapan kesejahteraan dan kemajuan bagi Pemprov Malut dan rakyatnya. “Ternyata, harapan itu tak banyak direalisasikan, terutama oleh Pemerintahan Jokowi saat ini,” ujarnya. (*)