Tempo.Co

Dewan Pantau Proses Inpassing Guru Non PNSI
Minggu, 14 Agustus 2016
Inpassing perlu untuk menjamin status guru non PNS yang mengabdikan dirinya pada satuan pendidikan negeri atau swasta.

Masa reses DPR dimanfaatkan Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra untuk memantau proses inpassing guru non Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jambi. Sebagaimana diketahui, inpassing guru non PNS adalah proses penyesuaian kepangkatan guru non PNS.

“Hal ini penting dilakukan dalam menjamin status guru non PNS yang mengabdikan dirinya pada satuan pendidikan negeri atau swasta,” kata Sutan dalam keterangan tertulisnya saat kegiatan reses di Jambi baru-baru ini.

Menurut politisi F-Gerindra ini, inpassing jabatan fungsional harus tetap mengacu pada syarat dan kriteria tertentu. Pertama, kualifikasi akademik yang mengacu pada tingkat pendidikan formal dan informal guru, Kedua, masa kerja yang di hitung dari masa pengangkatan atau penugasan sebagai guru di satuan pendidikan. Dengan adanya inpassing ini dapat menertibkan administrasi, pemetaan guru dan kepastian pemberian tunjangan yang menjadi hak mereka.

Inpassing ini sebenarnya salah satu wujud keadilan pendidikan yang ingin kita tuju, jadi semangat mutu dan pemerataan pendidikan harus diimbangi kesejahteraan,” ujar Sutan.

Untuk memastikan ketepatan sasaran inpassing ini, ia akan memantau proses inpassing ini, sehingga masa kerja jadi pertimbangan utama dalam penyetaraan guru non PNS di tanah air.

Masih dalam kesempatan reses juga, Sutan pun menegaskan harus ada sistem yang dibangun untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu caranya dengan mempercepat pembahasan RUU Sistem Perbukuan. “Karena selama ini sistem perbukuan di Indonesia belum berkembang secara memadai, baik secara budaya, politik, ekonomi dan hukum,” ucapnya Sutan.

Akibatnya, tambah politisi asal dapil Jambi itu, kondisi ini menjadi salah satu penyebab utama rendahnya minat baca dan tulis di Indonesia, “Bagaimana masyarakat senang membaca, jika buku mahal,” ujarnya.

“Bayangkan, Indonesia hanya peringkat 60 dari 61 negara dalam hal peringkat literasi budaya baca tulis, ini penelitian tahun 2016 ini,” tuturnya.

Untuk itu, ia menilai kondisi tersebut harus diintervensi dengan sebuah sistem yang mendorong terciptanya budaya buku, baik minat baca dan minat menulis di kalangan masyarakat khususnya sekolah dan perguruan tinggi. “Sistem ini berusaha diwujudkan dalam pembahasaan RUU Sistem Perbukuan, apalagi DPR menilai kehadiran UU ini mendesak dalam menunjang ruang literasi di tanah air,” kata Sutan.

Selain itu, tambah Sutan, dalam jangka panjang RUU ini akan mampu mengembangkan pendidikan yang berkualitas melalui peningkatan budaya baca tulis masyarakat secara signifikan. “Untuk itulah DPR akan memprioritaskan pembahasan RUU ini secar cepat dan akomodatif terhadap masukan dan kajian berbagai pihak,” ujar politisi yang akrab dipanggil SAH ini. (*)