Tempo.Co

Myanmar Ingin Belajar Soal Pluralisme dari Indonesia
Kamis, 01 September 2016
Indonesia dan Myanmar memiliki banyak kesamaan sejarah.

Melalui Dubes Myanmar untuk Indonesia Aung Htoo, Ketua DPR RI Ade Komarudin (Akom), didampingi Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih Myanmar. Htin Kyaw.

"Ini era baru buat Myanmar, dimana presidennya dipilih secara demokratis. Kita sebagai negara tetangga, sangat senang dan menyambut dengan hangat atas terpilihnya presiden yang baru di sana," kata Akom usai menerima Dubes Aung Htoo di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Kamis, 1 September 2016.

Kata Akom, sejarah Myanmar dan Indonesia itu sama, dimana tentaranya cukup kuat untuk menganyomi rakyat dan sama-sama demokratis. "Memang kebetulan Indonesia itu lebih dulu," ujarnya.

Selain itu, Myanmar dan Indonesia juga memiliki kesamaan dari segi keragaman etnis dan bahasa. "Hanya saja, Indonesia itu tidak masalah soal pluralisme. Meskipun memiliki etnis yang berbeda, tapi satu dalam Bhinneka Tunggal Ika," tuturnya.

Hal itu diperkuat lagi setelah amandemen konstitusi, dimana calon Presiden Indonesia itu syaratnya harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya. "Jadi latar belakang apa pun dia boleh menjadi presiden di Indonesia. Jadi demokrasi di Indonesia itu sudah sangat maju," ujar Akom.

Karena itu, kata Akom, Myanmar ingin bertukar pikiran soal pluralisme di Indonesia dengan DPR. "Kita sampaikan bahwa di Indonesia itu, kaum mayoritas melindungi kaum minoritas. Dari struktur sosial dan ekonomi, yang minoritas harus dilindungi," katanya. (*)