Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) yang berhasil menggerebek obat ilegal di Banten mendapat apresiasi dari Komisi IX DPR RI. Namun Komisi IX juga mencemaskan masih banyaknya obat dan makanan palsu yang beredar.
“Kami mengapresiasi kinerja BPOM dan Bareskrim Polri yang melakukan penggerebekan obat ilegal di Banten. Walaupun kita mengapresiasi, pada saat yang sama, kami justru cemas. Khawatir di luar sana masih banyak obat dan makanan palsu yang beredar,” kata Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Kamis, 8 September 2016.
Menurut dia, pengawasan yang dilakukan BPOM jauh dari yang diharapkan. Hal ini terindikasi dari tiga hal. Pertama, dari sisi kelembagaan dan SDM yang dimiliki BPOM. Penyidik di BPOM hanya berjumlah sekitar 520 orang. Kedua, dari sisi regulasi, BPOM belum memiliki payung hukum yang kuat. Keberadaan BPOM hanya didasari Perpres Nomor 103 Tahun 2001. Tidak jarang kewenangan BPOM dibatasi undang-undang lain.
Ketiga, dari sisi penganggaran. BPOM belum begitu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tugas dan tanggung jawab besar yang dimiliki BPOM kelihatannya belum didukung dengan anggaran yang memadai. Akibatnya, program dan kegiatan BPOM terkesan hanya repetisi dari program yang sama dari tahun sebelumnya.
Terkait penguatan regulasi, Komisi IX DPR telah meminta Kementerian Kesehatan dan BPOM melakukan revisi terhadap beberapa Permenkes yang dinilai mengebiri kewenangan BPOM dalam melakukan pengawasan. Saat ini, Permenkes tersebut sudah selesai dan tinggal tahap finalisasi.
“Komisi IX DPR RI juga sedang menginisiasi pembuatan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan yang merupakan inisiatif DPR. Diharapkan, dengan undang-undang itu, eksistensi dan kewenangan BPOM makin kuat dan fungsional sebagaimana diharapkan masyarakat luas,” kata Saleh dari Dapil Sumatera Utara II ini. (*)