Tempo.Co

Jargon "SMK Bisa" Harus Terwujud
Minggu, 11 September 2016
Selama ini jargon tersebut belum nyata implementasinya

Jargon "SMK Bisa" yang telah digencarkan pemerintah sejak lama harus diwujudkan. Apalagi jika kebijakan Pemerintah ingin mengedepankan pendidikan vokasi sebagai sarana pembangunan bangsa.

Demikian dikatakan Anggota Komisi X DPR Nuroji saat memimpin kunjungan spesifik Komisi X DPR ke SMK Negeri 2 Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 9 September 2016.

Kunjungan ini sekaligus peninjauan pendidikan vokasi di Provinsi Jawa Barat. Selain ke SMKN 2 Bandung, tim Komisi X DPR juga akan SMK Negeri 9, SMK Negeri 13 dan SMK Igasar Pindad.

"Jargon SMK Bisa harus diwujudkan. Sebab, selama ini jargon tersebut belum nyata implementasinya mungkin karena adanya pengurangan anggaran di bidang pendidikan," kata Nuroji, saat memberikan sambutan di depan beberapa kepala sekolah SMK, guru SMK, hingga jajaran Dinas Pendidikan Kota Bandung.

Untuk mewujudkan itu, SMK harus didukung dari berbagai aspek, seperti anggaran hingga jumlah guru yang memadai. Selain itu juga dibantu dengan berbagai fasilitas, sehingga menghasilkan lulusan yang unggul.

"Permasalahan SMK ini bukan hanya jumlah, namun kualitas. Untuk itu, tahun ini DPR dan Pemerintah mengalokasikan Rp 427 miliar untuk bantuan kepada SMK di luar KIP dan BOS," imbuh Nuroji.

Pada APBN tahun mendatang, Komisi X DPR mengusulkan agar BOS SMK dan SMA dipisahkan, karena biaya operasional SMK lebih tinggi dibanding SMA.

"Kami perjuangkan, agar Mendikbud harus mengalokasikan anggaran khusus untuk SMK, jika Pemerintah ingin mengedepankan pendidikan vokasi untuk sarana pembangunan bangsa. Pemerintah juga harus menganggarkan bantuan peralatan praktek, dan guru-guru," tegas Nuroji.

Dalam Kepala Sekolah SMKN 2 Bandung, Tatang Gunawan mengatakan pihaknya akan terus mengembangkan sekolah yang dipimpinnya. "Kami berharap akan unggul di tingkat nasional. Semoga menjadi SMK pilihan dan dambaan masyarakat," kata Tatang.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Elih mengatakan, “Dari sisi jumlah SMK juga perlu ditambah”.

Sementara dalam sesi dialog, beberapa Kepala Sekolah SMK dan guru SMK mengeluhkan minimnya jumlah guru produktif.

Kunjungan spesifik ini juga diikuti oleh Anggota Komisi X DPR Puti Guntur Soekarno, Popong Otje Djundjunan, Dedi Wahidi, Sohibul Iman, dan Dadang Rusdiana. (*)