Hasil sensus pertanian tahun 2013 menyatakan bahwa ada penurunan jumlah keluarga petani sebesar 5 juta petani dalam setiap kurun waktu 10 tahun, yakni dari 31 juta petani menjadi 26 juta petani. Regenerasi petani di Indonesia menjadi satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian.
“Kalau tersisa 26 juta petani, dalam waktu 50 tahun ke depan sudah tidak akan tersisa lagi. Mungkin juga digantikan oleh mesin-mesin jika tidak ada mekanisme regenerasi yang tepat dalam mengurus petani,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum dengan para pakar terkait Rancangan Undang-Undang Sistem Budi Daya Tanaman di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 14 September 2016.
Menurut Herman, dalam sistem budi daya tanaman harus ada insentif yang cukup untuk dijadikan trigger bagi generasi muda agar mau ikut berpartisipasi dalam usaha budi daya tanaman. “Sebab, di dalam memori generasi muda sekarang, masih memandang sosok petani sebagai pelaku budi daya tanaman. Sama seperti pada zaman penjajahan. Sehingga hal ini juga yang menjadikan kerisauan bahwa umur pertanian negara Indonesia mungkin tinggal 10 sampai 20 tahun saja,” katanya.
Di Merauke, menurut Herman, rata-rata tinggi rumputnya lebih tinggi daripada tanaman padi. “Hal ini karena sudah tidak terurus dengan baik akibat satu orang menanggung beban untuk mengurus 8 hingga 10 hektare,” ucap Herman. Menurut dia, Komisi IV telah mendorong mekanisasi tapi masih tidak mampu bisa menghilangkan serangan gulma. “Untuk menanam dan mengolah lahan, mereka masih mampu, tapi ada hal lain yang tidak bisa lepas dari kemampuan dan keberadaan seorang petani,” tuturnya.
Komisi IV DPR sendiri melihat celah-celah yang selama ini masih menjadi kelemahan dalam pelaksanaan pertanian di Indonesia. Berbagai temuan ini akan dijadikan Komisi IV bahan catatan penting saat akan membahas RUU Sistem Budi Daya Tanaman dengan mitra kerjanya di pemerintah. (*)