Tempo.Co

Korban Gusuran Jakarta Mengadu ke DPR RI
Kamis, 15 September 2016
Penertiban warga yang dilakukan Ahok melibatkan aparat kepolisian dan TNI, juga terkesan tidak manusiawi.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menerima aktivis Ratna Sarumpaet dan warga korban penggusuran Kampung Pulo, Rawajati, Kampung Akuarium dan Jatinegara di gedung DPR, Kamis, 15 September 2016. Warga Jakarta yang menjadi korban penggusuran ini mengeluh dan mengadukan nasib mereka sebagai korban penggusuran dan proses relokasi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena dianggap menyalahi aturan.

Mereka menuntut DPR RI segera mengambil langkah untuk menghentikan sementara penggusuran di 110 titik area pada 2016 hingga gubernur baru terpilih.

Ratna mengatakan penggusuran yang terjadi di Jakarta bukan hal baru. Menurut dia, pemerintahan sebelum Ahok melakukan penggusuran dengan cara manusiawi. Pemerintah sebelumnya tidak gaduh.

Ratna mengatakan penertiban warga yang dilakukan Ahok melibatkan aksi tindakan aparat kepolisian dan TNI, juga melanggar konstitusi dan terkesan tidak manusiawi. Dia mencontohkan, penertiban di Kampung Pulo, Jakarta Timur dan Kalijodo, Jakarta Barat.

"Di era Sutiyoso ada juga relokasi, tapi tidak gaduh seperti sekarang. Berlokasi di Cengkareng, rusun era Bang Yos yang diberi nama Rusun Cinta Kasih Budha Tze Chi diresmikan Presiden. Presiden dan Gubernur era itu punya cara mengatasi keliaran konglomerasi macam Podomoro," kata Ratna.

Ratna menjelaskan, relokasi Kali Angke dilakukan akibat banjir bandang pada 2001 hingga 2002, sedangkan alasan relokasi era Ahok umumnya untuk membuat taman dan akses jalan demi menaikkan harga tanah dan harga apartemen sekitar.

"Kampung Akuarium tidak pernah banjir tapi tetap digusur Ahok. Rawajati yang tidak ada urusan dengan bantaran sungai juga digusur, konon demi pelebaran parkir Kalibata City atau demi pengusaha," tuturnya.

Di rusun Rawa Bebek, unit kamar yang disediakan Ahok untuk warga gusuran Kampung Akuarium sangat sempit dengan fasilitas seadanya. Unit kamar itu lebih cocok diberikan kepada warga yang belum berkeluarga. Bukti bahwa rusun tersebut belum siap adalah kejadian seorang anak rusun Rawa Bebek yang tewas karena terjatuh dari lantai bagian atas bangunan.

"Sebanyak 100 KK pindah ke rusun Rawa Bebek. Diberikan blok yang kegunaannya untuk lajang. Kamarnya 3x4 dan dapur, tempat setrika di luar, dan hanya ditutup teralis. Jika dipaksakan untuk keluarga, sangat berbahaya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ratna mengungkapkan, di rusun Jatinegara, banyak warga yang akhirnya terusir karena tidak bisa membayar sewa yang tergolong mahal. Padahal seharusnya, sesuai dengan aturan, warga yang telah menetap di daerah tertentu dan menjadi korban penggusuran mendapatkan ganti rugi berupa rusunami.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon prihatin dan mendukung perjuangan hak para korban penggusuran. Dia mengatakan akan menindaklanjuti proses tersebut. Namun dia berharap keluhan ini dibuat secara tertulis agar mudah diproses. “Kami akan segera menyampaikan kepada Komisi DPR RI yang mengurusi masalah tanah bangunan dan lainnya,” ujar Fadli.

Fadli berjanji akan mendatangi lokasi para warga untuk melihat langsung keadaan para korban penggusuran. (*)