Tempo.Co

Ini Kesimpulan Rapat Komisi III dan PPATK
Kamis, 22 September 2016
Ketua PAATK meminta kepada Komisi III agar rapat dilakukan tertutup.

Komisi III DPR RI bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi (PPATK) sepakat segera menyelenggarakan Rapat Gabungan antara Komisi III, PPATK, Kapolri, Kejaksaan, Kepala BNN, dan Kepala BIN untuk menindaklanjuti temuan dugaan transaksi mencurigakan puluhan triliun bisnis narkoba dan judi online.

Demikian salah satu hasil kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dibacakan Ketua Komisi III sekaligus pimpinan rapat Bambang Soesatyo di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Kamis, 22 September 2016.

Selain itu, Komisi III DPR juga mendesak PPATK agar proaktif memonitor tindaklanjut dari seluruh Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), informasi dan rekomendasi yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum, serta melaporkan hasil monitoring atas tindak lanjut tersebut kepada Komisi III DPR dalam Rapat Dengar Pendapat berikutnya.

Awalnya rapat dilakukan terbuka untuk umum. Namun karena ada data-data yang sangat sensitif yang harus disampaikan kepada Komisi III, Ketua PPATK Muhammad Yusuf meminta agar rapat dilakukan tertutup. Permintaan tersebut pun lantas disetujui seluruh anggota Komisi III yang hadir.

Usai rapat, Muhammad Yusuf mengakui sudah mendapatkan nama-nama yang terlibat dalam bisnis narkoba dari Mabes Polri. Jumlahnya puluhan. "Ada prajurit yang menerima puluhan juta, ada yang ratusan juta, ada juga yang tidak signifikan jumlahnya. Cuma, karena ini kasus narkoba harus disikapi," katanya.

Sebelumnya, Koordinator LSM Kontras Haris Azhar mengungkapkan adanya keterlibatan orang-orang di BNN dan Mabes Polri dalam peredaran narkoba. Informasi itu diperolehnya dari kesaksian Freddy Budiman.

Kepada Haris, Freddy mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, ia sudah memberi uang Rp 450 miliar ke BNN, dan sudah memberi Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan, Freddy mengaku menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jendral duduk di sampingnya ketika ia menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. (*)