Korban lumpur Sidoarjo, khususnya para pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM), kembali mengadukan nasibnya ke DPR RI. Para pengusaha tersebut mengaku sama sekali belum menerima ganti rugi atas lahan dan bangunan usahanya yang tenggelam oleh semburan lumpur. Padahal sudah ada keputusan MK Nomor 83/PUU-XI/2013 yang mengharuskan negara menjamin pelunasan ganti kerugian.
Amar putusan MK itu menegaskan, terhadap masyarakat yang tinggal di Peta Area Terdampak (PAT), negara harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugiannya. MK kemudian kembali menegaskan dalam putusannya Nomor 63/PUU-XIII/2015 pada poin 3.9.3 bahwa ganti kerugian harus diberikan kepada perseorangan dan badan hukum privat.
Demikian terungkap dalam perbincangan para pengusaha UKM korban lumpur Sidoarjo saat diterima anggota DPR RI Sungkono, Senin, 29 September 2016, di ruang kerjanya. Mereka mengeluhkan pemerintah yang hingga kini lalai mengganti kerugian materiil para pengusaha. Sungkono sendiri sebelum menjadi anggota dewan, pernah mengajukan uji materi atas Undang-Undang APBN pada 2013 bersama tiga rekan pengusaha lainnya ke MK dan sudah dimenangkan.
Ironisnya, pemerintah seperti tak menggubris putusan MK tersebut. Mursid Mudiantoro, pengacara para pengusaha ini, menjelaskan, pemerintah lepas tangan atas kerugian para pengusaha, karena menganggap itu adalah persoalan B to B (business-to-business), dalam hal ini antara pengusaha UKM dan PT Lapindo Brantas (Grup Bakri). Inilah yang disesalkan dari sikap pemerintah oleh para pengusaha. Setidaknya ada 30 pengusaha yang masih harus berjuang mendapatkan hak ganti ruginya.
Pemerintah sendiri, kata Mursid, hanya mengganti kerugian rumah warga yang terdampak lumpur, tapi tidak untuk para pengusaha. Pihaknya mengaku sudah banyak mengadu ke pemerintah dan parlemen. Sungkono, anggota Fraksi PAN, yang usahanya juga ikut ludes ditelan lumpur, terus berjuang dari dalam parlemen agar dana pengganti kerugian bagi para pengusaha UKM bisa dialokasikan dalam APBN.
Sungkono, politikus dari dapil Jawa Timur I (Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo) ini, mengungkapkan, luas lahan para pengusaha itu sekitar 200 hektare dengan nilai ganti rugi yang harus dibayar pemerintah sekitar Rp 700 miliar. Hingga saat ini, ia sendiri belum mendapat ganti rugi. Padahal aset perusahaannya cukup besar. Banyak para pengusaha itu yang kemudian jatuh miskin, sakit-sakitan, dan sebagian meninggal dunia.
“Untung saya kerja di DPR. Kalau saya tidak DPR, mungkin nasibnya sama seperti mereka. Saya berani memperjuangkan ini semua karena saya tidak mementingkan diri saya pribadi. Saya dapat amanat besar dari rakyat,” ujar Sungkono. (*)