Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan telah terjadi kesewenangan-wenangan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan pihak Kejagung saat menangani kasus La Nyalla Mattalitti.
"Ini menginjak-injak hukum namanya. Hasil praperadilan kan memenangkan La Nyalla karena tidak terbukti bersalah. Kasusnya sendiri kan sudah disidangkan dan bersifat inkrah. Tapi kenyataannya Kejati Jatim kemudian membuat satu sprindik baru hanya dalam waktu empat jam," ujar Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, hukum tidak bisa dibawa untuk kepentingan-kepentingan politik dan kepentingan yang lain. "Tapi dalam kasus La Nyalla ini ada yang aneh. Kalau di praperadilan sudah menang, seharusnya La Nyalla sudah tidak dituntut lagi, karena sprindik yang diajukan adalah sprindik yang sama," ucapnya.
Karenanya, Fadli akan meminta Komisi III DPR RI untuk melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan memanggil Kejagung, Kejati Jawa Timur, dan pihak-pihak terkait, dan juga menyurati pihak-pihak terkait menyangkut ini. Karena menurut Fadli, ini adalah tugas dari DPR untuk mengawasi pemerintah. "Karena dalam hal ini kita melihat hukum dan perlakuan hukum kita masih jauh dari harapan. Saya kira semakin terbelakang. Penegakan hukum itu dilakukan sesuai dengan selera," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur yang juga Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia La Nyalla Mattalitti memenangkan gugatan praperadilan yang diajukannya. Gugatan itu terkait dengan penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Kadin tahun 2011-2014.
La Nyalla disebut menyalahgunakan dana hibah Rp 48 miliar itu untuk membeli saham perdana Rp 5,3 miliar di Bank Jatim.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung tidak kaget dengan hasil praperadilan yang memenangkan La Nyalla. Alasannya, proses praperadilannya sendiri janggal selama ini. "Dari awal kita sudah melihat (janggal). Seperti waktu mengajukan saksi fakta penyidik, ditolak oleh hakim. Padahal, di kasus PT Garam, Lumajang, boleh mengajukan saksi fakta," ujar Maruli, Selasa, 12 April 2016.
Ditanyai apa langkah ia selanjutnya, Maruli mempertimbangkan untuk membuat sprindik baru. "Saya sih inginnya perkara ini maju ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, bukan praperadilan. Kalau praperadilan, kan gak masuk ke pokok perkara," ujarnya. (*)