Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menyusun peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan sebelum akhir 2016. “Kita harapkan ini segera diselesaikan, karena sudah lama dinantikan para pelaku usaha, terutama pelaku usaha mikro, menengah, dan koperasi, yang selama ini terkendala aspek-aspek permodalan,” kata Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo dalam rapat dengar pendapat terkait Pemantauan Undang-Undang Penjaminan dengan OJK dan Perbanas di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 29 September 2016.
Peraturan OJK (POJK) yang menjadi turunan Undang-Undang Penjaminan diharapkan memberikan dukungan untuk melahirkan perusahaan penjaminan yang bisa menjangkau semua lapisan masyarakat. Sebab, saat ini perusahaan penjaminan belum merata sampai tingkat bawah. Penjaminan ini sangat strategis bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengakses permodalan. Pelaku UMKM akan lebih mudah mengakses kredit dari sektor perbankan.
Bahkan UMKM mampu menggerakkan perekonomian nasional. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto selama lima tahun terakhir rata-rata 60,34 persen dan menyerap tenaga kerja sekitar 97,22 persen.
Dia mencontohkan UMKM di Italia yang menjadi sentral dalam penguatan fondasi ekonomi negara. Bahkan tak sedikit perusahaan UMKM yang kemudian berkembang menjadi korporasi raksasa.
Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani menyatakan saat ini terdapat 23 perusahaan penjaminan yang berdiri. Namun pendirian perusahaan tersebut belum berdasarkan Undang-Undang Penjaminan karena masih menggunakan peraturan OJK yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Asuransi. (*)