Tujuan dari penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Luar Negeri (PPLIN), selain melindungi pekerja, meningkatkan kompetensi pekerja. Pasalnya, mayoritas pekerja Indonesia masih lulusan setingkat SD dan SMP. Hal itu ditegaskan Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf seusai memimpin rapat di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 29 September 2016.
“Kita akan meningkatkan kompetensi pekerja karena mayoritas angkatan kerja Indonesia itu levelnya SMP dan SD, sehingga mereka tidak mungkin diterima di perkantoran atau industri besar, umumnya menjadi pembantu rumah tangga,” kata Dede. Untuk itu, menurut dia, RUU ini akan mendorong Balai Latihan Kerja (BLK) untuk para TKI agar negara yang bertanggung jawab, bukan lagi pihak swasta.
“RUU ini mudah-mudahan komprehensif untuk memberikan skill kepada pekerja kita yang mayoritas SMP ke bawah. Agar mereka saat berangkat keluar negeri siap dengan kemampuan, seperti kemampuan bahasanya, perlindungan hukumnya, dan sebagainya,” kata Dede.
Komisi IX, ujar Dede, mendorong diberikannya anggaran untuk pelatihan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ke Kementerian Tenaga Kerja. “Kami juga berharap dengan kebijakan ini ke depannya tidak akan ada lagi PRT. Jadi kita harus memberikan skill kepada pekerja kita yang mau berangkat ke luar negeri dengan kemampuan yang bersertifikat,” tuturnya.
Adapun pembahasan RUU itu sendiri sudah memasuki tiga kali masa sidang. “Pemerintah mengakui tidak mudah menyatukan pendapat berbagai lembaga, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, BNP2TKI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, hingga Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi,” kata Dede. Menanggapi hal ini, Komisi IX mengambil inisiatif dengan mempersingkat dari 1.000 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) menjadi 830 DIM dan diharapkan RUU selesai pada akhir 2016. (*)