Tempo.Co

Paripurna DPR Tindak Lanjuti Ikhtisar Pemeriksaan BPK
Selasa, 04 Oktober 2016
Hasil rekomendasi dalam IHPS yang dilaporkan BPK RI wajib ditindaklanjuti.

Masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tahun sidang 2016-2017 memasuki rapat paripurna ke-7. Dalam rapat paripurna tersebut, Wakil Ketua Taufik Kurniawan menegaskan, hasil rekomendasi dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2016 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia periode 1 Januari-30 Juni 2016 wajib ditindaklanjuti.

“Hasil rekomendasi BPK RI wajib ditindaklanjuti. Bila tidak ada tindak lanjut, akan ada sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Taufik Kurniawan saat memimpin rapat paripurna yang berlangsung di Nusantara II, Kompleks DPR, Senayan, Jakarta pada Selasa, 4 Oktober 2016. Salah satu agenda utama rapat paripurna ke-7 ini adalah penyampaian IHPS I tahun 2016 BPK RI periode 1 Januari-30 Juni 2016.

Kewajiban untuk menindaklanjuti ini disebutkan Taufik merujuk pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. “Adapun sanksi terkait tidak adanya tindak lanjut pada rekomendasi BPK RI tersebut berdasarkan Pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Sanksi bisa berupa pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta,” katanya, yang didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto memimpin rapat paripurna tersebut.

Dalam laporannya, Ketua BPK RI Harry Azhar Azis menyebutkan, IHPS I tahun 2016 merupakan ringkasan dari 696 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terisi dari 116 LHP pada pemerintah pusat, 551 LHP pada pemerintah daerah, serta 29 LHP BUMN dan badan lainnya. “Pemeriksaan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun sebelumnya dan semester I tahun 2016. Dari hasil pemeriksaan, 385 (60 persen) laporan keuangan memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP),” ujarnya.

Hasil pemeriksaan laporan keuangan kementerian negara/lembaga menunjukkan penurunan opini WTP enam persen dibandingkan dengan tahun 2014, dari 71 persen menjadi 65 persen. Menanggapi penurunan perolehan opini WTP ini, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, dalam masa transisi, penurunan sebesar itu masih dalam batas wajar.

Rujukan audit BPK, menurut dia, berada dalam satu tarikan garis linear. Hasil audit yang bagus harus diapresiasi. “Menggunakan sistem rewards dan punishment sebagai acuan. Penyerapan anggaran tidak semata-mata berdasarkan penyerapan anggaran tapi juga kinerja. Tidak hanya taat kelola, tapi juga penyerapan maksimal,” tuturnya. Adapun selanjutnya, laporan dari BPK ini akan diserahkan pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan bidangnya masing-masing. (*)