Tempo.Co

Komisi I DPR Dalami Penetapan Garis Batas Laut
Selasa, 04 Oktober 2016
Salah satu poin yang terungkap adalah ratifikasi terkait perjanjian tentang batas laut pada 2014.

Terkait Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara RI-Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah kedua negara di bagian timur Selat Singapura, Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP). Adapun RDP ini dilaksanakan Komisi I bersama Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perhubungan, Angkatan Laut, dan ahli kelautan Prof Hasyim Djalal. Dipimpin Hanafi Rais, RDP Komisi I ini berlangsung di ruang rapat Komisi I, Nusantara 2, Kompleks DPR, Senayan, Jakarta pada Selasa, 4 Oktober 2016.

Salah satu poin yang terungkap adalah ratifikasi terkait perjanjian tentang batas laut pada 2014. Terkait ratifikasi ini, Hanafi mempertanyakan apakah ratifikasi membuat semua urusan selesai.  Berdasarkan keterangan Kementerian Luar Negeri, manfaat ratifikasi perjanjian 2014 adalah batas laut NKRI menjadi jelas, juga untuk penegakan kedaulatan, pertahanan, dan keutuhan NKRI.

Dari sisi hukum, keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, ratifikasi ini bukan hanya untuk kedaulatan wilayah, melainkan juga kedaulatan hukum. Dari aspek pertahanan, Kementerian Pertahanan memberikan keterangan, dengan ratifikasi ini, wilayah menjadi jelas dan memudahkan dalam menjaga kedaulatan, khususnya di Selat Malaka.

Anggota Komisi I Budi Y menyarankan untuk mengecek ulang koordinat titik perbatasan sebelum ratifikasi seutuhnya. Sementara itu, anggota Komisi I TB Hasanudin menyatakan, sebagai negara kelautan, dengan ratifikasi UNCLOS kedaulatan laut harus dijaga. Adapun perundingan laut dilakukan sesuai dengan UNCLOS yang garis batasnya lewat garis pantai (coastline) dengan konstruksi penarikan garis melalui 6 titik perjanjian yang telah disepakati.

Ahli kelautan Prof Hasyim Djalal mengungkapkan dukungan DPR untuk meratifikasi perjanjian. “Kita ini menetapkan perbatasan, bukan pengurusan perbatasan. Pengurusan perbatasan baru bisa dilakukan kalau penentuan sudah jelas. Jalur pelayaran di Selat Malaka dan pelayaran kita dipisah antara street lane dan sea lane,” ujarnya. (*)