Panitia Kerja (Panja) Pemasaran dan Destinasi Pariwisata Komisi X DPR-RI menyerahkan laporan hasil kerjanya selama lima bulan lebih kepada Menteri Pariwisata Arief Yahya di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR/MPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Oktober2016.
Panja yang dibentuk pada 13 April 2016 itu, telah melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka mengkaji dan mengidentifikasi berbagai permasalahan pada pariwisata Indonesia. Ketua Panja Pemasaran dan Destinasi Pariwisata, sekaligus Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Utut Adianto mengatakan pihaknya telah mengadakan beberapa rapat internal dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap dunia pariwisata, di antaranya para deputi di lingkungan Kementerian Pariwisata RI, Badan Pusat Statistik (BPS), Sekolah Tinggi Pariwisata, perwakilan maskapai penerbangan, hingga beberapa bupati.
Utut menambahkan, RDP juga digelar dengan pelaku usaha pariwisata, Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Badan Promosi Pariwisata Indonesia, hingga Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia. Panja juga melakukan kunjungan spesifik ke beberapa daerah. “Argumentasi yang digunakan Kementerian Pariwisata RI adalah nilai investasi strategi pemasaran baru terwujud (return) tiga tahun kemudian. Penerapan kebijakan dengan menggunakan strategi pemasaran (DOT), strategi promosi (BAS), strategi media (POSE), dan rentang waktu promosi (POP) memerlukan kajian lebih lanjut dari sisi rasionalitas, efektivitas, dan proporsionalitas, serta perlu alat uji ukur keberhasilannya,” papar Utut.
Saat ini, kata Utut, kegiatan branding yang dilakukan seperti “Pesona Indonesia” dan “Wonderful Indonesia” sudah baik dari sisi kesadaran (awarness), tapi jumlah kedatangan wisman ke Indonesia masih belum sebanding dengan negara pesaing utama, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. “Perubahan perbandingan rasio antara branding, advertising, dan selling pun mengundang berbagai pertanyaan karena belum ada bukti empiris keberhasilan strategi promosi melalui BAS, kecuali baru sebatas pengenalan (brand recognition), belum sampai tahapan brand recall, apalagi top of mind,” ujar Utut menambahkan.
Utut menjelaskan, advertising yang dilakukan melalui kontrak kerjasama dengan CNN, Fox Channels, dan lain-lain pun belum berhasil sepenuhnya. Efektivitas tayangan promosi “Pesona Indonesia” melalui media tersebut menempatkan pariwisata Indonesia pada posisi keenam top of mind dan posisi ketujuh untuk top of recall.
Untuk selling, belum terlihat perencanaan ataupun standar yang meliputi mekanisme, konten, kriteria narasumber, kriteria penjual (seller) dari Indonesia, dan kriteria pembeli (buyer) di mancanegara. Petunjuk teknis penyelenggaraan penjualan belum terlihat secara jelas sasaran yang diharapkan. “Para pemangku kepentingan industri pariwisata perlu lebih intens diajak berpartisipasi dalam memasarkan produk wisata Indonesia dengan persiapan dan perencanaan yang matang. Kemitraan antara Pemerintah dengan swasta seharusnya berkesinambungan di mana fungsi Kementerian Pariwisata RI sebagai kementerian klaster C adalah sebagai fasilitator,” ucap Utut.
Politikus Fraksi PDI Perjuangan itu menilai, penetapan target Pemerintah untuk tahun 2019 terhadap indikator kontribusi PDB nasional sebesar 15 persen, devisa sebesar Rp 280 triliun, jumlah tenaga kerja 13 juta orang, indeks daya saing (WEF) peringkat ke-30, dan jumlah kunjungan wisman sebanyak 20 juta merupakan sebuah langkah yang tidak didukung dengan kajian dan data empiris. “Target kunjungan wisman sebanyak 20 juta pada tahun 2019 sudah tentu membutuhkan pelaku wisatawan yang kompeten, kesadaran wisata, serta memenuhi kualifikasi baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Dan yang tak kalah penting adalah kesiapan masyarakat setempat dan pemerintah daerah, ”imbuh Utut.
Terhadap berbagai hal itu, Panja merekomendasikan Kementerian Pariwisata RI agar lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian/lembaga (K/L), pemda, dan pemangku kepentingan pariwisata terkait dengan beberapa bidang strategis, antara lain bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian dan karantina, bidang keamanan dan ketertiban, hingga bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, bahan bakar minyak/solar (BBM), telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan. “Program promosi pengembangan pariwisata harus mengacu pada peta jalan, didukung dengan kesiapan sumber daya manusia, kesadaran masyarakat atas sadar wisata, perlindungan kearifan lokal dan lingkungan hidup atas adanya kegiatan wisata, ”kata politisi asal dapil Jawa Tengah itu.
Selain itu, perlu penguatan program kualifikasi dan sertifikasi sumber daya manusia kepariwisataan dengan melakukan pembinaan dan kerjasama serta sinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Kementerian Ristet dan Teknologi RI. (*)