Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme Supiadin Aries Saputra mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan mengaktifkan kembali sistem deteksi dini atau early warning system.
Hal itu disampaikan Supiadin saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Detasemen 81 Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur, Rabu, 12 Oktober 2016. “TNI dan Polri saja tidak cukup mendeteksi aksi terorisme karena mata dan telinga terdepan negara itu rakyat. Masyarakatlah yang sehari-hari bergaul dan bisa tahu persis. Karena itu, early warning system harus diaktifkan kembali,” kata politikus dari Fraksi Nasdem itu.
Ia menuturkan, upaya pencegahan dengan early warning system akan diterapkan hingga ke tataran rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW). Teknisnya, setiap RT dan RW wajib lapor 1x24 jam sehingga setiap pendatang baru bisa diketahui maksud dan tujuan kedatangannya. “Maka secara tidak langsung, calon-calon pelaku teroris sudah terdeteksi. Ibarat penyakit, tindakan pencegahan itu jauh lebih penting dan jauh lebih baik daripada menyembuhkan penyakit,” ucap Supiadin.
Selain itu, lanjut Supiadin, keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme adalah keniscayaan. Jika dilihat dari sejarah, Detasemen 81 Kopassus merupakan pasukan penanggulangan terorisme tertua di Indonesia. “Kita melihat perkembangan aksi terorisme yang semakin luas, yaitu menggunakan segala media. Tidak hanya media masyarakat, tapi juga menggunakan media-media sosial atau cybercrime. Karena itu, diperlukan satu kekuatan bangsa ini untuk mencegah dan mendeteksi supaya aksi terorisme itu tidak ada,” paparnya.
Nantinya, RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan diubah menjadi RUU Penanggulangan Terorisme dengan mengutamakan tiga substansi, yakni pencegahan atau pendeteksian, penindakan, dan rehabilitasi pasca terjadi aksi terorisme.
Menurut Supiadin, selama ini masih banyak korban yang belum mendapatkan tunjangan karena tidak ada status sebagai korban aksi terorisme. “Nah, ke depan ini tidak boleh terjadi lagi. Ada warga negara Indonesia yang jadi korban aksi terorisme, tapi tidak mendapat tunjangan dari negara. Juga kerusakan lingkungan, seperti rumah ataupun material lainnya akibat terorisme, akan menjadi beban negara,” pungkas politikus asal daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat XI itu. (*)