Tempo.Co

Kenaikan Tarif Listrik Harus Transparan
Minggu, 16 Oktober 2016
Dengan kenaikan tarif listrik, PLN diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan akuntabilitas operasionalnya kepada publik.

Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar meminta PT PLN (Persero) transparan dalam melakukan kenaikan tarif listrik kepada masyarakat, khususnya terhadap 12 golongan pelanggan.

Hal itu disampaikan Rofi menyusul rencana kenaikan tarif listrik periode Oktober 2016 sebagai akibat mekanisme penyesuaian tarif (tariff adjustment) atau tarif yang tidak disubsidi pemerintah. Menurut dia, perhitungan tarif listrik berdasarkan tariff adjusment harus dilakukan dengan transparan dan perlu sosialisasi yang intensif kepada masyarakat. Sebab, mekanisme pengenaan tarif berbasis formula ini dilakukan secara dinamis dan fluktuatif mempertimbangkan inflasi, nilai tukar rupiah, dan ICP.

“Formula penghitungan penyesuaian tarif yang berlaku saat ini didasari tiga indikator utama, yaitu nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat, Indonesian Crude Price (ICP), serta tingkat inflasi. PLN beralasan saat ini semua variabel tersebut mengalami tekanan, sehingga menyebabkan terjadi kenaikan pada tarif dasar listrik yang diterima konsumen,” kata Rofi di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016.

Karena itu, Rofi meminta PLN harus mampu secara serius menjaga keseimbangan dan memantau faktor-faktor tersebut dalam penerapan kenaikan tarif listrik. Lebih lanjut, ia menyatakan PLN perlu memikirkan adanya floor price (ambang batas atas) toleransi terhadap kenaikan dan penurunan yang sangat ekstrem dari tiga indikator utama tersebut. Dengan demikian, kenaikan tidak memberatkan konsumen sekaligus bisa menekan biaya operasional PLN. Sebab, sejatinya, penyesuaian tarif berarti menyerahkan mekanisme perhitungan tarif kepada harga pasar, yang bisa sangat fluktuatif dan tidak berimbang dengan kondisi faktual konsumen. “Dengan kenaikan tarif listrik, PLN harus mampu meningkatkan pelayanan dan akuntabilitas operasionalnya kepada publik. Karena, dapat dipastikan, dari kebijakan ini, pelanggan rumah tangga yang jumlahnya sangat besar akan merasakan dampak langsung dan secara alamiah akan mempengaruhi struktur konsumsi mereka,” ujar politikus dari Dapil Jawa Timur ini.

Sebagai informasi, pelaksanaan kenaikan tarif oleh pemerintah dilakukan sejak Januari 2015 dan diatur di dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2014 yang kemudian diperbarui dengan Permen ESDM Nomor 09 Tahun 2015 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan PLN.

Sesuai dengan Pasal 5 peraturan tersebut, ketiga hal yang mempengaruhi penyesuaian tarif itu adalah inflasi, harga ICP, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Akibat perubahan ketiga indikator itu, tarif listrik Oktober 2016 untuk pelanggan bertegangan rendah menjadi Rp 1.459,74 per kWh, tegangan menengah menjadi Rp 1.111,34 per kWh, tegangan tinggi menjadi Rp 994,8 per kWh, dan layanan khusus menjadi Rp 1.630,49 per kWh. (*)