Pembahasan rancangan undang-undang tentang perkoperasian harus melibatkan banyak pihak yang kompeten. Sehingga ketentuan perkoperasian Indonesia tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini dikatakan anggota Komisi VI Irmadi Lubis dalam rapat bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Rabu, 19 Oktober 2016. Dia mengatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, untuk sementara, perkoperasian Indonesia diatur oleh undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Dengan demikian, perkoperasian Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Secara keseluruhan undang-undang tentang perkoperasian dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Ini jarang terjadi. Selama ini dalam undang-undang lain hanya pasal-pasalnya diubah. Ini berarti roh koperasi itu tidak ada,” ujar Irmadi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dicabut karena disebutkan bahwa koperasi bukan lagi menjadi perkumpulan orang-orang, melainkan menjadi perkumpulan modal. Padahal badan usaha ekonomi yang tepat untuk Indonesia adalah koperasi. Koperasi Indonesia diatur sesuai dengan ketentuan undang-undang dasar untuk menyejahterakan semua anggotanya.
Karena itu, Irmadi berharap pembahasan rancangan undang-undang koperasi melibatkan para pakar koperasi.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana mengatakan DPR siap mendorong penguatan program koperasi di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga menjelaskan bahwa rancangan undang-undang tentang koperasi kini dibahas bersama DPR. Sebab, saat ini aturan tentang koperasi menggunakan ketentuan lama setelah Mahkamah Konstitusi mencabut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. (*)