Timor Leste dan Indonesia harus menyamakan persepsi tentang garis batas negara. Hal ini mengemuka saat pemimpin delegasi Parlemen Timor Leste Virgilio da Costa Hornal bertemu Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Nurhayati Ali Assegaf, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 20 Oktober 2016.
Selain persoalan perbatasan, ada dua hal penting lain yang dibahas dalam pertemuan itu, yakni tentang makam tokoh Timor Leste yang wafat saat konflik dengan Indonesia dan keanggotaan penuh di ASEAN.
Dalam pertemuan itu, Hornal mengundang delegasi DPR untuk melihat lebih dekat wilayah perbatasan yang disengketakan tersebut.
Nurhayati mengatakan DPR sangat peduli pada isu perbatasan. DPR akan segera membicarakan sengketa perbatasan ini dengan pemerintah.
Keduanya juga membahas makam para tokoh pejuang Timor Leste. Para tokoh yang diyakini wafat di wilayah Indonesia saat perang dan konflik selama 1970 hingga 1990-an itu, hingga kini belum ditemukan makamnya. Parlemen Timor Leste didesak keluarga para tokoh untuk segera memulangkan jenazah pejuang Timor Leste yang mungkin masih ada di Indonesia.
Menanggapi masalah ini, Nurhayati berjanji akan menyampaikan hal tersebut pada DPR dan pemerintah karena ini masalah baru.
Nurhayati juga menyatakan Indonesia sangat mendukung keinginan Timor Leste menjadi anggota penuh ASEAN yang selama ini masih menjadi observer. “Kami dukung penuh Timor Leste. Di kawasan ASEAN, sebanyak 40 persen perekonomian ASEAN ada di Indonesia. Walau Indonesia negara besar, tapi kami tidak menempatkan sebagai penguasa, melainkan big brother,” ujar Nurhayati.
Pertemuan kedua parlemen ini penuh keakraban dan persaudaraan. Bahkan Nurhayati memuji para anggota Parlemen Timor Leste yang masih fasih berbahasa Indonesia. Ini bisa menjadi jalan kemudahan untuk kembali mempererat hubungan kedua negara. Luka lama harus segera dilupakan. Saat ini, keduanya harus menjalin hubungan yang erat agar kehidupan rakyat kedua negara tidak terganggu. (*)