Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra menolak rencana pemerintah menerbitkan obligasi dengan menjaminkan aset dan nilai manfaat BUMN. Ia menilai, hal ini bukanlah opsi terbaik yang bisa dilakukan, meskipun pemerintah kesulitan mencari sumber pembiayaan Rencana Pendapatan Anggaran Biaya Negara (RAPBN) tahun 2017.
“Argumen Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa nilai aset BUMN yang dijadikan jaminan utang negara tak akan berkurang patut dipertanyakan. Sebab, selain dangkal, terkesan pemerintah mengambil jalan pintas tanpa kreasi,” kata Sutan saat ditemui di ruang kerjanya, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.
Menurut anggota Dewan dari Fraksi Partai Gerindra itu, menjaminkan nilai manfaat suatu BUMN sama saja dengan membagi-bagikan keuntungan usaha pelat merah kepada pihak yang membeli obligasi. “Kasihan BUMN kita menjadi sapi perahan sebelum keuntungan itu mereka peroleh. Jika ini dipaksakan, yang rugi pemegang saham, yakni pemerintah,” ujar Sutan.
Selain itu, menurut Sutan, nilai keuntungan yang diperoleh pun lebih kecil karena harus membayar bunga obligasi. Sementara itu, dana yang terhimpun dari menjual obligasi juga tidak masuk ke kas perusahaan karena dijadikan sumber pembiayaan APBN. “Akhirnya, nilai saham BUMN pun bisa jatuh. Ini bahaya bagi bisnis usaha negara sendiri,” tutur anggota Dewan dari Dapil Jambi itu.
Semestinya, kata Sutan, pemerintah lebih membuka ruang kreasi dalam menggenjot sektor pendapatan, seperti optimalisasi penerimaan pajak, dan bukan dengan menggadaikan aset atau nilai manfaat BUMN. “Akhirnya ini ketahuan kalau pemerintah memang terlalu mengedepankan pembiayaan jangka pendek dengan mengorbankan BUMN. Sehingga, patut kita pertanyakan kebijakan ini pesanan siapa, selain para kapitalis asing yang ingin menguasai sumber daya strategis Indonesia,” ujarnya.