Tempo.Co

Ketimpangan Sosial Semakin Lebar
Rabu, 26 Oktober 2016
Perekonomian nasional masih didominasi Jawa dan Sumatera.

Perkembangan ekonomi nasional menciptakan ketimpangan sosial yang semakin lebar. Pujian Bank Dunia terhadap pemerintah Indonesia yang berhasil mengentaskan kemiskinan seharusnya dicermati lebih dalam.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menjelaskan, rilis Bank Dunia menyatakan turunnya angka kemiskinan disebabkan oleh naiknya pendapatan warga di Indonesia. Pernyataan ini menyiratkan proyeksi ketimpangan ekonomi yang akan terjadi hingga 2030. Bank Dunia telah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berbanding lurus dengan pencapaian kesejahteraan.

“Pertumbuhan yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen masyarakat terkaya. Sedangkan 80 persen penduduk, atau lebih dari 205 juta orang, rawan tertinggal. Ekonomi yang ada sekarang juga menghasilkan ketimpangan yang makin lebar. Penyebabnya adalah adanya ketimpangan peluang, ketimpangan pasar kerja, dan adanya konsentrasi kekayaan pada satu kelompok paten,” kata Heri, Rabu, 26 Oktober 2016.

Pertumbuhan terjadi karena ekonomi global sebesar 2-3 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan antara 5 persen sampai 5,1 persen. Persentase itu hal yang lumrah karena ditopang oleh sektor riil yang sejak dahulu sudah bergulir.

Menurut Heri, yang harus mendapat perhatian serius adalah struktur perekonomian Indonesia secara fundamental yang masih menunjukkan ketimpangan pembangunan secara spasial. “Perekonomian nasional masih didominasi Jawa dan Sumatera, yang memberi kontribusi masing-masing 58,52 persen dan 23,88 persen terhadap produk domestik bruto,” tuturnya.

Sebaliknya, di luar Jawa masih minim karena ketimpangan infrastruktur dan energi. Sementara itu, sektor-sektor strategis, seperti pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, hanya menyumbang 15,4 persen atas PDB. Padahal jumlah tenaga kerja di sektor-sektor itu masih dominan, di atas 50 persen. Heri mengatakan penyebabnya antara lain minimnya penguatan sumber daya manusia, investasi, teknologi, dan modal.

Heri menyimpulkan terjadi salah kaprah dalam proses pembangunan struktur ekonomi nasional selama ini. Faktanya, ekonomi sekarang masih sangat sentralistik, timpang, dan tidak bersumber dari aktivitas riil yang menjadi jati diri bangsa Indonesia bertahun-tahun. Model ekonomi yang ada hanya menghasilkan 1 persen orang yang berkuasa atas hampir 50 persen kekayaan nasional. (*)