Anggota Komisi VII DPR RI Hari Purnomo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti soal piutang di sektor pertambangan dan minerba.
"Di sektor pertambangan dan minerba, dengan temuan piutang, apa tindak lanjut KPK agar ini bisa diwujudkan. Sebab, dari beberapa kali raker dengan pengusaha minerba, mereka itu ternyata juga tidak mudah untuk merealisasikannya. Jadi kami ingin KPK tidak sebatas memberikan rekomendasi, tapi ada eksekusinya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII dengan KPK, Rabu, 26 Oktober 2016.
Dalam paparannya, Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan per Desember 2015, ada ijin usaha pertambangan (IUP) yang piutangnya di tahun 2011-2013 sebesar Rp3,8 triliun. Ditemukan juga piutang pemerintah karena kontrak karya sekitar Rp280 miliar, piutang pemerintah karena perjanjian karya pengusahaan tambang batubara sekitar Rp22,1 triliun. "Jadi totalnya sekitar Rp26,23 triliun," tuturnya.
Selain itu, hasil kajian KPK juga menemukan IUP yang bermasalah sekitar 3.772 atau sekitar 37 persen. Yang sudah clear and clean (CMC) sekitar 6.400.
Sementara terhadap potensi kehilangan pendapatan negara dari PNBP minerba, berdasarkan perhitungan menggunakan laporan surveyor, dari batubara di tahun 2010-2012, yang kurang bayar sekitar USD 1,2 miliar, dan dari mineral kurang bayar USD 24,6 juta.
Sementara, beberapa isu di sektor migas, pertama kepatuhan kewajiban pelaku usaha hulu, dari 319 wilayah kerja terdapat 44,8 persen belum melunasi kewajiban keuangan, dan 44,2 persen tidak melaksanakan kewajiban environmental based assessment. Kedua, pengelolaan data migas, kepatuhan kewajiban pelaku usaha hilir migas, dari 262 pelaku pengusaha hilir migas di 2016 terdapat 68,5 persen yang tidak hadir pada waktu verifikasi, dan 57,3 persen yang pembayaran iurannya tidak lancar, serta 55 pelaku hilir migas tidak pernah melaporkan kegiatannya.
Untuk pemenuhan kewajiban wilayah kerja yang sudah tiderminasi, kewajibannya sekitar USD 336 juta. Implementasi dari SOT (Sistem Operasional Terpadu), untuk perbaikan integritas data lifting juga dikeluhkan, dimana banyak gubernur dan bupati yang tidak tahu lifting di daerahnya sebenarnya berapa. (*)