Pilkada serentak pada 2017 diharapkan berjalan damai tanpa intimidasi di Aceh. Pasalnya, pada pilkada sebelumnya, banyak ditemukan intimidasi yang dilakukan salah satu kandidat. “Saya menemukan intimidasi dari salah satu pasangan calon (paslon) yang memaksakan untuk memilih salah satu kandidat. Untuk itu, kami meminta Kapolda Aceh agar mengantisipasi hal itu,” kata anggota Komisi III DPR Muslim Ayub saat pertemuan dengan Kapolda Aceh dan BNNP di Banda Aceh, Senin, 31 Oktober 2016.
Wakil rakyat asal Aceh itu mengapresiasi kesiapan Kapolda dengan menambah 1.900 personel Brimob sehingga bisa menjangkau wilayah-wilayah terpencil. Selain itu, kata Muslim, masyarakat diminta partisipatif dalam pengamanan pilkada.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy menganalisis data yang menunjukkan ada sekitar delapan wilayah yang masih rawan konflik pada pilkada 2017. “Kapolda Aceh sudah diberi masukan untuk mengamankan daerah-daerah tersebut. Dan perlu juga kerja sama dengan para tokoh masyarakat, tentara, KPU, dan elemen terkait lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolda Aceh Rio Septianda Djambak menyatakan, pada pilkada sebelumnya, ada intimidasi serta teror yang sifatnya mengancam. “Berangkat dari hal itu, kami meminta bantuan kekuatan dari Kapolri sebanyak 1.900 personel Brimob. Nantinya mereka akan mobile ke wilayah pelosok dan desa-desa untuk mengantisipasi adanya intimidasi atau ancaman lain,” ucapnya.
Rio mengakui, pelaksanaan pilkada di Aceh tidak bisa dianggap hal yang biasa. “Kami sudah melakukan pemetaan wilayah yang rawan konflik. Dengan Panwaslu juga kami sudah berkoordinasi agar tegas melakukan tindakan terhadap paslon yang melakukan tindak pidana. Langkah-langkah antisipatif juga sudah dilakukan,” katanya. (*)