Kapolda Bengkulu Yovianes Mahar menjelaskan, beberapa upaya yang dilakukan untuk mengatasi maraknya kasus pelecehan seksual dan penyalahgunaan obat terlarang di wilayah hukumnya. Adapun kasus hukum yang paling banyak terjadi adalah tindak pidana pelecehan seksual atau asusila, narkoba, dan korupsi (tipikor).
Karena itu, pihaknya telah menyusun sederetan program untuk mencegah maraknya penyalahgunaan narkoba dan pelecehan seksual sebagai bagian dari tindakan preventif. Hal ini disampaikan Yovianes saat menerima Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Bengkulu, Selasa, 1 November 2016.
Program pencegahan tersebut dibagi dalam dua bagian, yakni internal dan eksternal. Program internal ditujukan bagi anggota Polda Bengkulu, yaitu dengan memperbanyak kegiatan atau aktivitas di luar tugas rutin, seperti olahraga, seni, dan sebagainya. Selain itu, ia menyusun program pendidikan rohani dan pemaparan bahaya narkoba yang disertai dengan penegasan terhadap komitmen Polri untuk tetap menindak anggotanya yang terlibat narkoba.
Sedangkan program eksternal adalah penyuluhan terhadap bahaya narkoba di masyarakat. Program ini merupakan hasil kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP). Selain itu, Polda Bengkulu bekerja sama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Pendidikan Bengkulu untuk memasukkan penyuluhan narkoba dalam kurikulum sekolah di Bengkulu. Polda Bengkulu juga meningkatkan kemampuan dan kapasitas Kamtibmas yang berhubungan langsung dengan masyarakat akan bahaya narkoba.
Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Zacky Siradj, mengapresiasi langkah tersebut. Namun, Zacky menilai program tersebut sebaiknya tidak hanya ditujukan bagi masyarakat, melainkan untuk anggota kepolisian.
Tidak sedikit kasus pelecehan seksual dan asusila terjadi akibat penyalahgunaan obat terlarang. Karena itu, pihaknya mengapresiasi program Polda Bengkulu tersebut dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Program tersebut diharapkan dapat mencegah, bahkan menurunkan kasus tindak pidana asusila. (*)