Tempo.Co

Urgensi Legislasi RUU Jabatan Hakim
Kamis, 10 November 2016
Selama ini, aturan mengenai jabatan hakim tersebar di beberapa peraturan dan belum ada satu undang-undang tersendiri yang mengatur.

Forum Legislasi hasil kerja sama Sekretariat Jenderal DPR dengan Koordinatoriat Wartawan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, berlangsung menarik. Acara tersebut digelar di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 November. Forum ini menghadirkan anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu; pengajar hukum pidana Universitas Trisakti dan mantan hakim, Asep Iwan Iriawan; dan anggota Ombudsman Ninik Rahayu sebagai narasumber.

Dialog tersebut membahas beberapa hal krusial yang diatur dalam pembentukan RUU Jabatan Hakim pasca harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsep oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Adapun RUU Jabatan Hakim sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan dianggap krusial.

“Untuk RUU Jabatan Hakim, sudah diharmonisasi di Baleg. Komisi III DPR juga sudah memberi masukan. Pada awal masa sidang akhir tahun ini, (RUU Jabatan Hakim) ditargetkan bisa disahkan menjadi undang-undang,” kata Masinton.

Masinton menuturkan, selama ini, aturan mengenai jabatan hakim tersebar di beberapa peraturan dan belum ada satu undang-undang tersendiri yang mengaturnya. “Karena itu, DPR, dalam hal ini Komisi III, menginisiasi sebuah undang-undang yang mengatur jabatan hakim,” tuturnya.

Dalam RUU ini, lanjut Masinton, posisi hakim dipertegas sebagai pejabat negara. “Selama ini, secara administratif, jabatan hakim ada di bagian eksekutif, tapi secara tugas ada di ranah yudikatif. RUU ini mempertegas posisi hakim agar dalam melaksanakan tugas posisinya sama dengan pejabat negara sehingga dapat bekerja lebih independen dan mandiri secara posisi,” ujarnya.

Beberapa poin dalam RUU tersebut juga diungkapkan Masinton, di antaranya pelibatan Komisi Yudisial dalam rekrutmen dan mutasi hakim. “Karena itu, tidak hanya Mahkamah Agung yang berwenang. Kemudian, masa jabatan calon hakim minimal 30 dan maksimal 35 saat mendaftar. Lalu, ada tingkatan hakim, yaitu hakim pertama, hakim tinggi, hingga hakim agung, dan pengambilan sumpahnya oleh presiden,” paparnya.

Narasumber lainnya, Ninik Rahayu, memberikan catatan pada RUU ini terkait dengan pemilihan kalimat agar tidak ada pasal yang redundant atau mubazir. Sementara itu, Asep Iwan Iriawan mengingatkan agar RUU Jabatan Hakim tidak ada tumpang tindih dengan undang-undang lain yang sudah ada sebelumnya. (*)