Menindaklanjuti laporan investigasi dan hasil autopsi dari Muhammadiyah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komisi III DPR RI mengadakan rapat kerja dengan Kapolri pada Rabu, 20 April 2016 di Gedung Nusantara 2, Senayan, Jakarta. Dalam rapat kerja ini, Komisi III lebih fokus mempertanyakan kejanggalan kematian Siyono.
Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan bila kematian Siyono itu akibat pelanggaran prosedur, bukan kejahatan. “Saya tidak mengatakan itu kejahatan, itu pelanggaran prosedur yang dilakukan anggota Densus 88,” ujarnya. Soal keterkaitan Siyono dengan terorisme, Jenderal Badrodin menyatakan klaim ini berdasarkan pada penyelidikan untuk kemudian ditindaklanjuti.
Badrodin mengaku bila kasus salah prosedur ini sudah ditangani dan ada sidang kode etik. “Namun tertutup karena anggota Densus ini tidak bisa diketahui oleh publik,” kata Badrodin.
Dalam jalannya rapat, anggota Komisi III Mohammad Toha mengusulkan program pencegahan teroris dari hulu. Menurut wakil rakyat Jawa Tengah ini, pencegahan di hulu yang terdepan adalah di tingkat desa.
Lebih lanjut, Toha juga menyatakan salah satu kelemahan hukum yang ada adalah ketika ada orang yang menyatakan mendukung terorisme tidak bisa langsung ditangkap karena tidak ada dasar hukumnya. “Mungkin nanti bisa dimasukkan dalam Undang-Undang Terorisme yang baru,” tuturnya. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pun terbuka dengan saran tersebut dan akan menjadi bahan pertimbangan. (*)