Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 harus segera dikaji ulang. Pasalnya, menurut Edhy, setahun setelah dikeluarkannya peraturan menteri itu, persoalan nelayan tak kunjung selesai. Hal tersebut diungkapkan saat ia memimpin Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat, Rabu, 20 April 2016.
“Sudah setahun lebih masalah seputar nelayan tak juga kelar. Dulu kami mengingatkan agar Peraturan Menteri Nomor 1 dan 2 Tahun 2015 dikaji dulu, termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya,” kata Edhy.
Sebelumnya, mayoritas masyarakat nelayan menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 karena minimnya sosialisasi. Selain itu, tidak ada penggantian alat tangkap ikan dari pemerintah. Pasalnya, alat tangkap yang dimiliki nelayan saat ini sebagian besar dianggap tidak ramah lingkungan. Mayoritas nelayan keberatan dengan isi peraturan menteri, yang menurut mereka sangat memberatkan.
Edhy Prabowo mengingatkan, KKP, sebagai pihak yang menaungi nelayan, seharusnya dapat menjadi pembina, bukan musuh. Karenanya, ketika peraturan tersebut terbit, ada solusi yang diberikan, misalnya mengganti alat tangkap nelayan.
“Anggaran KKP dua kali lipat lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Sebelumnya Rp 5 triliun, sekarang mencapai Rp 11 triliun. Dengan besaran anggaran tersebut, mengganti alat tangkap nelayan seharusnya tidak sulit. Memberikan alat tangkap secara tidak langsung berarti memberikan lapangan kerja bagi nelayan,” ucap Edhy.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Sumatera Selatan juga masih belum paham maksud alat tangkap ikan yang diatur dalam peraturan tersebut. Menurut dia, harus ada kejelasan terhadap kejelasan alat pengangkap ikan. “Soal alat tangkap masih simpang siur. Misalnya cantrang, lalu cantrang itu seperti apa. Ada yang bilang cantrang tidak ramah lingkungan. Lalu seperti apa cantrang yang ramah lingkungan? Kalau memang alat tangkap tidak ramah lingkungan tidak diperbolehkan, seharusnya KKP memikirkan penggantinya. Itu seharusnya tidak sulit,” tuturnya.
Ssalah satu nelayan, Herman, menyuarakan keberatannya. Sebab, dari 30 ribu alat tangkap yang dimiliki, sebagian besar tidak masuk kategori peraturan menteri. “Kami tanyakan kepada KKP apa solusinya, tapi sampai sekarang tidak ada jawaban. Karenanya, banyak nelayan yang menganggur,” kata Herman.
Didik Haryanto, anggota Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Indramayu, menjelaskan, kini aparat keamanan menangkap nelayan yang dianggap menggunakan alat tangkap ikan tak ramah lingkungan.
Hadir dalam kunjungan tersebut Kepala PPN Kejawanan Imas Masriah, perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pihak kepolisian, dan puluhan perwakilan nelayan se-Cirebon. Hadir pula Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron dan anggotanya, Made Urip, Ono Surono, Yadi Srimulyadi, Agustina Wilujeng Pramestuti, Ichsan Kemudian, O.O. Sutisna, Andi Nawir, Sjahrani Mataja, Haeruddin, Taufiq R. Abdullah, Sa'duddin, Zainut Tauhid Saadi, dan Fadholi. (*)