Tempo.Co

Peradaban Maju karena Jasa Guru
Jumat, 25 November 2016
Masih banyak guru yang bernasib kurang baik. Guru honor masih banyak tersebar di pelosok Tanah Air.

Manusia di belahan dunia mana pun akan mengakui dan menyadari bahwa peradaban dunia bisa mencapai kemajuan seperti yang dirasakan sekarang ini adalah karena jasa guru. Anggota Komisi X Dadang Rusdiana mengatakan, jika hal ini dikaitkan dengan konteks Indonesia, capaian bangsa ini tentu tidak bisa dilepaskan dari jasa dan perjuangan para guru dalam mencerdaskan bangsa ini.

“Bahkan guru dalam kesejarahan Indonesia dan dalam kondisi kekinian menunjukkan peran guru yang sangat berjasa, tidak hanya berkaitan dengan profesi mengajarnya. Namun di mana pun, guru selalu menjadi tokoh sentral, menjadi rujukan masyarakat dalam bertindak, juga ikut serta aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan,” kata Dadang dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 25 November 2016.

Pada Hari Guru Nasional 2016 yang diperingati setiap 25 November, Dadang menilai perlakuan baik terhadap guru di Indonesia, walaupun belum sepenuhnya sebanding dengan pengorbanan guru, tampak mengalami titik terang ketika Undang-Undang Guru dan Dosen disahkan.

Politikus Fraksi Hanura itu mengatakan pengakuan atas profesi guru, dengan adanya kebijakan sertifikasi dan tunjangan profesi, menunjukkan ada perubahan bangsa ini dalam memperlakukan guru dengan lebih baik. “Namun tentu saja masih banyak guru yang bernasib kurang baik. Guru honor yang banyak tersebar di pelosok Tanah Air, dengan kesejahteraan yang tidak memadai, status kepegawaian yang tidak jelas, menjadi salah satu masalah yang harus kita tuntaskan bersama,” ucap Dadang.

Selain itu, menurut dia, di daerah masih banyak sekali sekolah yang memiliki sangat sedikit guru pegawai negeri sipil (PNS), hanya berjumlah dua atau tiga guru. Pengajar di daerah-daerah pun masih didominasi guru honorer. “Sampai sekarang, guru honorer sedang memperjuangkan nasibnya agar statusnya menjadi jelas. Banyak sekali kepala daerah yang tidak mau memberikan SK kepada guru honorer yang bekerja di sekolah milik pemerintah, sehingga mereka sulit mendapatkan sertifikasi dan NUPTK karena syaratnya harus ada SK Pengangkatan,” kata Dadang.

Ironisnya lagi, kata Dadang, beberapa waktu yang lalu, sering kali guru dihadapkan pada masalah gugatan hukum ketika mereka sedang mendidik dengan melakukan penegakan disiplin. Padahal, menurut dia, guru yang memang sekali-kali perlu berlaku tegas kepada anak nakal untuk menjadikan anak itu lebih baik, harus berhadapan dengan tuntutan hukum orang tua yang tidak terima, bahkan ada juga yang menerima perlakuan kasar. “Tentu ke depannya sekolah, sebagai taman belajar, harus menjadi tempat interaksi yang sehat antara guru, siswa, dan orang tua. Dan dalam hal ini posisi sentral guru sangat kita perlukan,” ujar politikus asal Dapil Jawa Barat itu. (*)