Komisi VIII DPR RI menerima masukan dari Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Nindyo Pramono, SH. MS. terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Terjadi tanya jawab dua arah yang dinamis antara anggota Komisi VIII, yang dipimpin Wakil Ketua Iskan Qolba Lubis, dan pakar hukum itu mengenai pengaturan mekanisme perusahaan melaksanakan CSR dengan voluntary (sukarela) atau merupakan mandatory (kewajiban).
Nindyo menyampaikan, CSR mempunyai sifat dasar sukarela. “Kalau kita (Indonesia) mengacu pada filosofi negara yang berdasarkan atas Pancasila dan UUD 1945, bahwa nilai moral sebagai dasar perilaku bisnis, itu diakui di dalam sistem kenegaraan kita,” ucapnya.
Namun, jika hal yang bersifat sukarela akan digeser menjadi sesuatu yang menjadi kewajiban, menurut Nindyo, itu juga tidak salah dan tidak bertentangan. Tapi pemerintah juga tidak perlu mengatur kewajiban pelaksanaan CSR sedemikian mendalam dalam bentuk baku. Karena itu, ia tidak setuju ketika perusahaan atau korporasi tidak melakukan CSR makan serta-merta muncul sanksi-sanksi hukum dan administrasi. “Pikiran saya, biarkan korporasi diberikan ruang untuk menerjemahkan kewajiban tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan dan masyarakat lingkungannya,” katanya di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 24 November 2016.
Sementara Iskan mengatakan ada pandangan yang berkembang saat ini di masyarakat bahwa RUU CSR sifatnya wajib supaya perusahaan yang belum disiplin mengeluarkan dana CSR bisa lebih ditekankan lagi. Namun ada juga yang berpandangan CSR tidak wajib.
Menurut dia, tujuan pembentukan RUU CSR ini adalah agar perusahaan-perusahaan mendapatkan manfaat keuntungan yang sangat besar dari negara, dan masyarakat di sekitar juga merasakan manfaat dengan keberadaan perusahaan tersebut.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa menambahkan, harus ada etika bisnis yang baik, sehingga perlu dipikirkan mekanisme kontrol, sehingga pada akhirnya perusahaan atau korporasi mau menjalankan CSR. (*)