Tempo.Co

Pemberhentian Proyek Reklamasi Perlu Surat Resmi Pemerintah
Kamis, 21 April 2016
Dialektika Demokrasi dengan tema 'Sengkarut Reklamasi' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4)

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi meminta pemerintah segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tertulis penghentian proyek reklamasi Teluk Jakarta. Jika tidak, aktivitas proyek ini akan tetap berjalan seperti yang terlihat hingga kini.

"Pemerintah pusat seharusnya tidak retorika saja. Tapu harus dibuat Surat Keputusan secara teknis. Jadi bukan sekadar hanya memberikan rekomendasi saja untuk menghentikan proyek ini," kata Viva dalam acara Dialektika Demokrasi yang digelar di Ruang Pers Kompleks Parlemen, Kamis, 21 April 2016.

Sebelumnya diberitakan pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Keputusan itu diambil dalam rapat antara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, serta jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin, 18 April 2016 lalu.

Viva menuturkan saat meninjau Desa Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten, Rabu, 20 April 2016 kemarin, Komisi IV menemukan masih ada kapal penyedot pasir untuk pemenuhan material reklamasi Teluk Jakarta yang beroperasi.

Viva Yoga menyesalkan mengapa masih ada aktivitas yang dilakukan padahal sudah ada keputusan untuk moratorium (pemberhentian sementara) proyek reklamasi Teluk Jakarta. Seperti diketahui, pengambilan material pasir untuk reklamasi Teluk Jakarta diambil dari Pulau Tunda di Serang.

Perairan Lontar sendiri yang tidak jauh dari Pulau Tunda itu juga menjadi obyek pengerukan pasir. Nelayan tradisional setempat mengeluhkan adanya operasional penyedotan yang sudah dilakukan sejak tahun 2004 karena membuat tangkapan ikan berkurang drastis. Mereka tidak mencari nafkah di laut karena proyek pengerukan, penyedotan material pasir yang dibawa ke Teluk Jakarta.

Kata Yoga, program reklamasi masih berlangsung, padahal sudah ada keputusan dari pemerintah pusat untuk menghentikan sementara. Tapi kenyataannya masih terjadi pengambilan di pesisir Pulau Tunda. "Jadi pemerintah harus sesegera mungkin mengeluarkan SK resmi. Kalau tidak negara tidak akan hadir dalam menghentikan proyek ini," ujarnya. (*)