Komisi I DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura dibahas ke pembicaraan tingkat II dalam Sidang Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Hal ini disampaikan dalam pandangan umum dan pendapat akhir mini fraksi saat rapat kerja dengan pemerintah, Rabu, 30 November 2016.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia dan Singapura telah menandatangani Perjanjian Garis Batas Laut Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura pada 3 September 2014. Dari pemerintah, rapat kerja itu dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, serta Kementerian Hukum dan HAM.
Melalui juru bicaranya, Joko Udjianto, Fraksi Demokrat menyampaikan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura perlu didukung dan dibahas dengan saksama, untuk selanjutnya disahkan menjadi undang-undang. "Karena itu, kami menyetujui RUU ini dibahas ke tingkat selanjutnya dan disahkan menjadi undang-undang," katanya.
Sementara Fraksi PDIP melalui juru bicaranya, Rudianto Tjen, mengatakan memberi catatan kepada pemerintah agar lebih mengedepankan tindakan-tindakan diplomatik yang diambil untuk menjaga dan memajukan kepentingan nasional. Ini bertujuan agar keberadaan perjanjian ini dapat memberikan keuntungan dan berdampak positif secara maksimal bagi negara dan bangsa Indonesia. Fraksi PDIP juga meminta negara lebih mengutamakan mekanisme musyawarah atau perundingan melalui saluran diplomatik apabila terjadi perselisihan yang timbul dari penafsiran dan pelaksanaan perjanjian ini. "Dalam pelaksanaan perjanjian ini, pemerintah juga harus bersikap tegas dan tetap berdasarkan posisi dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1942, serta menolak hasil reklamasi sebagai dasar pengukuran," ucapnya.
Juru bicara Fraksi Golkar, Venny Devianti, berharap RUU ini secara substantif lebih menegaskan wilayah maritim Indonesia di bagian Timur Selat Singapura. "Karena itu, kami juga menyetujui RUU ini untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II dan disahkan menjadi undang-undang," tuturnya.
Fraksi Gerindra melalui juru bicaranya, Biem Benyamin, mengatakan RUU ini merupakan pelaksanaan amanat pasal 25 UUD NRI 1945 yang ditujukan untuk meneguhkan integritas wilayah negara dan karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang bercirikan nusantara, dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan berdasarkan undang-undang. "Penetapan batas laut ini penting dalam rangka melindungi dan memajukan kepentingan nasional Indonesia di wilayah laut yang berbatasan dengan Singapura, dalam hal ini Selat Singapura," ujarnya.
Biem mengatakan wilayah ekonomis Selat Singapura sangat tinggi karena merupakan salah satu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional yang dijadikan sebagai salah satu arteri distribusi domestik terbesar di dunia bagi jalur penyediaan jasa pengangkutan komoditas internasional. "Jadi, dengan adanya kejelasan garis batas laut ini, permasalahan-permasalahan yang kerap muncul di wilayah-wilayah perbatasan dapat diatasi aparat yang berwenang di kedua negara," katanya. (*)