Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menyatakan perkembangan teknologi tak bisa dibendung. Perubahan sistem analog ke digital merupakan sebuah kebutuhan yang memberikan berbagai dampak positif.
Menurut Firman, jika dilihat dari berbagai aspek, digitalisasi merupakan keniscayaan, terutama dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara bukan pajak yang mencapai Rp 5 triliun per tahun. “Digitalisasi merupakan suatu keharusan. Namun kami juga mengingatkan pemerintah agar transisinya jangan terburu-buru,” ujar Firman seusai rapat dengar pendapat (RDP) Baleg dengan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan pembahasan RUU Penyiaran di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 3 April 2017.
Namun politikus dari F-PG itu menambahkan, transisi dari analog ke sistem digital tidak boleh dilakukan terburu-buru, tapi harus mempertimbangkan juga kemampuan pelaku usaha nasional dan kesiapan masyarakat. “Karena ini memang padat modal dan padat teknologi, kami harapkan jangan sampai ini menjadi domain investasi asing,” ucap Firman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pembatasan investasi asing dalam bisnis media akan dimasukkan ke draf RUU Penyiaran. Menurut Firman, hal ini perlu dilakukan agar pelaku usaha nasional tetap mendominasi usaha penyiaran di Indonesia. “Semua sumber daya alam dikuasai asing dan ini tidak boleh terjadi dalam dunia penyiaran. Ini harus dikuasai oleh anak bangsa sendiri. Di satu sisi, kalau kita menutup investasi asing, nanti bisa menimbulkan implikasi terhadap gugatan. Tapi, kalau kita membatasi, saya rasa tidak ada implikasi,” katanya.
Sebelumnya, kata Firman, Komisi I mengusulkan investasi asing nol persen, tapi Baleg mengusulkan pembatasan investasi asing maksimal 20 persen. (*)