Tempo.Co

DPR Batal Sahkan Undang-Undang Sistem Perbukuan
Selasa, 11 April 2017
DPR Batal Sahkan Undang-Undang Sistem Perbukuan

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Selasa, 11 April 2017, batal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Sistem Perbukuan (Sisbuk) menjadi undang-undang.

Pembatalan pengesahan Undang-Undang Sisbuk hari ini atas permintaan Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya. "Berdasarkan pertimbangan saat lobby antarfraksi menjelang paripurna, kami mohon waktu dan kiranya pimpinan dapat mengagendakan ulang Rancangan Undang-Undang Sisbuk pada paripurna selanjutnya. Hal ini karena ada hal penyempurnaan yang perlu kami lakukan dan bicarakan sekali lagi dengan pemerintah," katanya.

Dia menuturkan ada satu pasal penting yang harus dibicarakan lagi dengan pemerintah. "Seperti diketahui, sistem perbukuan domain utamanya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun ada masukan baru dari beberapa fraksi terkait dengan buku-buku agama dan itu melibatkan Kementerian Agama selain Kemendikbud. Ini yang perlu kita sinkronkan lagi. Tentu harus melibatkan pemerintah. Sebab, kita ingin kebulatan suara dari pemerintah dan ingin undang-undang ini tidak menjadi kontroversi di kemudian hari," ujarnya.

"Kita ingin niat pembuatan undang-undang ini agar buku murah, merata, dan bermanfaat untuk semua pihak bisa terlaksana. Jadi mohon kami diberi kesempatan sedikit lagi sehingga undang-undang ini dapat sesempurna mungkin."

Mendengar permintaan dari Komisi X tersebut, Agus selaku pimpinan rapat menerimanya. Menurut dia, permintaan itu tidak melanggar aturan yang ada di DPR.

Dalam draf Rancangan Undang-Undang Sisbuk, yang rencananya disahkan dalam rapat paripurna hari ini, menyebutkan sistem perbukuan harus diselenggarakan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Beberapa hal-hal penting pada Rancangan Undang-Undang Sisbuk adalah soal kemudahan buku bermutu, murah, dan merata. Dalam hal ini, pemerintah pusat bertanggung jawab menjamin terselenggaranya sistem perbukuan melalui ekosistem perbukuan yang sehat agar tersedia buku bermutu, murah, dan merata, tanpa diskriminasi. Sementara pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota bertanggung jawab untuk menjamin tersedianya buku bermutu, murah, merata, dan tanpa diskriminasi di wilayahnya. 

Sebab, Rancangan Undang-Undang Sisbuk menyebutkan masyarakat berhak mendapatkan kemudahan akses terhadap buku bermutu dan informasi perbukuan. Rancangan Undang-Undang Sisbuk juga mengatur masyarakat penyandang disabilitas berhak memperoleh kemudahan membaca buku sesuai dengan kebutuhannya. Demikian juga masyarakat di daerah terdepan, terluar, tertinggal, komunitas adat terpencil, serta yang mengalami bencana, berhak memperoleh layanan akses buku.

Untuk penerbitan buku oleh pihak asing di Indonesia, Rancangan Undang-Undang Sisbuk mewajibkan hal tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan penerbit yang didirikan dan dimiliki warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.