Tempo.Co

Komisi IX DPR Serap Masukan Pakar Terkait RUU Kepalangmerahan
Rabu, 12 April 2017
Komisi IX DPR Serap Masukan Pakar Terkait RUU Kepalangmerahan

“RUU Kepalangmerahan ini merupakan inisiatif pemerintah, dan Komisi IX DPR melakukan pembahasan RUU ini. Sudah dibahas dua periode tapi belum diputuskan. Semoga bisa selesai di periode ini,” kata Syamsul Bachri, pimpinan rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IX DPR dengan para pakar terkait dengan RUU Kepalangmerahan.

RDPU digelar pada Rabu, 12 April 2017, di Ruang Rapat Komisi IC, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. RDPU menghadirkan Prof Hikmahanto Juwana (Universitas Indonesia), Prof Sigit Riyanto (Universitas Gadjah Mada), Prof Rahayu (Universitas Diponegoro), Dr Ahmad Taufan Damanik (Universitas Sumatera Utara), dan Andrey Sujatmoko (Universitas Trisakti) untuk memberikan pendapat terkait dengan RUU yang sedang dibahas Komisi IX.

Menurut Syamsul, pemilihan penggunaan simbol masih menjadi salah satu poin yang diperdebatkan. Menanggapi hal ini, Hikmah memberikan gambaran bahwa simbol mempunyai dua fungsi. “Sebagai tanda pengenal (dalam RUU disebut tanda pelindung) bagi mereka yang masuk kategori protected persons. Kemudian sebagai tanda gerakan yang diawali oleh Henry Dunant,” katanya.

Hikmah juga menjelaskan, dalam RUU Kepalangmerahan ini belum dibedakan dua fungsi simbol palang merah. “Bila tanpa memilah, hal ini bisa menimbulkan kebingungan di masyarakat,” tuturnya. Dia juga mengungkapkan, simbol palang merah sendiri tidak mengarah pada agama tertentu, tapi lebih karena gerakan kemanusiaan palang merah ini berawal dari Swiss. Dalam bendera Swiss memang mengandung simbol yang bentuknya sama dengan simbol pelang merah.

Selain itu, Hikmah mengungkapkan urgensi perlunya undang-undang. “Salah satu alasannya adalah pemerintah perlu memberikan perhatian dalam berbagai aspek, termasuk anggaran. Kemudian, dalam hal penyalahgunaan penggunaan lambang palang merah, dapat diberi sanksi pidana,” ucapnya.

Sementara itu, Sigit dan Rahayu menyambut baik hadirnya RUU ini. Sigit menekankan gerakan palang merah merupakan gerakan netral. Rahayu menambahkan, dalam pasukan perang, yang memakai simbol ini adalah dinas kesehatan pasukan perang, bukan pasukan perang. (*)