Tempo.Co

Komisi I DPR Evaluasi Kebijakan Bebas Visa
Senin, 17 April 2017
Banyak bermunculan pelanggaran dan kasus tenaga kerja asing ilegal dan gejala kejahatan penyalahgunaan kebijakan bebas visa.

Setahun pemberlakuan kebijakan bebas visa, Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Bebas Visa. RDP digelar di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Panja dari pihak pemerintah diwakili Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asi Manusia, Dirjen Kementerian Ketenagakerjaan, serta Departemen Bidang Pengembangan Pemasaran Mancanegara Kementerian Pariwisata.

Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais, yang memimpin RDP, meminta seluruh stakeholder dari lintas kementerian tersebut melaporkan kebijakan bebas visa yang sudah berjalan. “Kebijakan bebas visa harus sudah dievaluasi. Ada beberapa mudarat yang kita dapatkan, sementara sumbangan dari travel and tourism hanya 3,3 persen produk domesti bruto (gross domestic product/GDP),” tuturnya.

Selain itu, kata Hanafi, banyak bermunculan pelanggaran dan kasus tenaga kerja asing ilegal serta gejala kejahatan penyalahgunaan kebijakan bebas visa. “Kita juga harus hati-hati memilih negara, apalagi banyak kasus transnational crime, terrorism, dan lain-lain,” ujarnya. Pada 2003, Indonesia menerapkan bebas visa untuk 15 negara, 45 negara pada 2015, 90 negara pada 2016, dan 169 negara pada 2017.

Menanggapi hal ini, perwakilan dari Kementerian Luar Negeri mengungkapkan ada satu negara yang perlu dipertimbangkan, yakni Vanuatu. Kebijakan bebas visa untuk Vanuatu bisa dihapuskan karena sikap negara tersebut cenderung bertentangan dengan sikap politik luar negeri Indonesia. Di samping itu, jumlah turis dari Vanuatu sedikit. Kementerian Luar Negeri juga melakukan kerja sama pembebasan visa paspor diplomatik dan paspor dinas.

Dalam pengawasan warga negara asing (WNA), Imigrasi bekerja sama dengan Interpol. Kemudian kerja sama dengan Angkasa Pura untuk pemeriksaan WNA menggunakan autogate, yang akan diterapkan di Terminal 3 Ultimate. Adapun terkait dengan tenaga kerja asing (TKA), Kementerian Ketenagakerjaan memberikan izin kepada perusahaan, bukan TKA. Perizinan penggunaan TKA menggunakan sistem online melalui Skype. Kemudian perusahaan, yang mempekerjakan TKA, wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. (*)