“Sejak awal, pemerintah dinilai sangat lamban merevisi Undang-Undang Narkotika. Di awal 2016, Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia darurat narkoba. Namun, dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2016, revisi Undang-Undang Narkotika tidak masuk daftar rancangan undang-undang prioritas pemerintah. Bahkan hingga saat ini, naskah akademik Rancangan Undang-Undang Narkotika belum dipersiapkan,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo saat rapat dengar pendapat umum dengan Gerakan Nasional Anti-Narkoba (Granat) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 17 April 2017.
Jika pemerintah masih lamban menyiapkan naskah akademik, DPR melalui Baleg akan segera mengambil alih inisiasi revisi undang-undang tersebut. “Revisi Undang-Undang Narkotika sudah hampir dua tahun. Ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah. Bila pemerintah tidak siap, DPR akan siap mengambil alih inisiatif bersama dengan Granat dan lintas sektor terkait karena ini revisi terbatas. Jadi estimasi 2-3 bulan bisa diselesaikan,” ujarnya.
Firman menambahkan, Baleg akan mengundang pemerintah untuk menanyakan sikap akhir. Jika pemerintah berkukuh mempertahankan revisi Undang-Undang Narkotika menjadi inisiatif pemerintah, Baleg tetap akan minta batasan waktu pembahasannya.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Granat Henry Yosodiningrat mempertanyakan semangat pemerintah menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Keberadaan BNN sudah hampir dua dasawarsa, tapi kejahatan narkotik tidak menurun. Sebaliknya, jumlah korban semakin meningkat. Henry, yang juga anggota Komisi II DPR, menyebutkan, saat ini, angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba setidaknya 50 orang setiap hari, serta jumlah pengguna dan pecandu mencapai 6 juta orang. (*)