Tempo.Co

Roadmap Penyelamatan AJB Harus Segera Dibuat
Kamis, 20 April 2017
Belum ada kesepakatan antara pengelola statuter dan BPA AJB Bumiputera mengenai roadmap penyelamatan perusahaan.

Anggota Panitia Kerja (Panja) Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dari Komisi XI DPR, Johnny G. Plate, meminta pengelola statuter, direksi nonaktif, dan badan perwakilan anggota (BPA) AJB Bumiputera segera membahas roadmap penyelamatan perusahaan yang tengah mengalami masalah insolvabilitas ini. 

"Ada perbedaan antara kewajiban jangka panjang dan aset perusahaan yang sampai negatif Rp 20 triliun. Likuiditasnya juga bermasalah. Sebab, premi yang diterima hanya sekitar Rp 25 miliar per hari, tapi klaimnya Rp 40 miliar per hari," ujarnya di sela-sela rapat tertutup yang digelar Panja AJB Bumiputera dengan BPA dan Direksi nonaktif AJB Bumiputera di Ruang Rapat Komisi XI, Kamis, 20 April 2017.

Menurut Johnny, dalam rapat, disampaikan bahwa perbedaan kewajiban jangka panjang dan aset terus negatif dan akan terjadi akumulasi negatif. "Ini kan melibatkan 6,8 juta pemegang polis. Kalau satu keluarga saja lima orang, itu ada 30 juta atau lebih dari 10 persen potensi penduduk yang akan terdampak kalau ini tidak diselesaikan," tuturnya.

"Jadi ada mismatch antara premi dan kewajiban, di mana premi lebih kecil dari kewajiban. Ada apa di situ, harus dicari tahu kenapa seperti itu."

Hingga hari ini, menurut Johnny, memang belum ada gagal bayar dan cash flow masih bisa untuk membayar klaim nasabah. "Tapi kan kita jaga agar jangan sampai bom waktunya meledak. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masuk untuk melakukan restrukturisasi melalui skema penyelamatan AJB dengan menempatkan pengelola statuter di sana," ucapnya.

Namun, kata Johnny, belum ada kesepakatan antara pengelola statuter dan BPA mengenai roadmap penyelamatan AJB. Salah satunya karena belum ada undang-undang yang mengatur mutual insurance seperti yang dijalankan di AJB Bumiputera. "Ini membuat kemungkinan antara BPA dan pengelola statuter saling mempertahankan diri," katanya.

Dalam rapat BPA, disampaikan bahwa ada proses yang belum dapat mereka terima dari pengelola statuter. Misalnya, soal 28 ribu karyawan yang dididik. Menurut BPA, biaya untuk itu paling tidak Rp 10 juta per orang atau totalnya sekitar Rp 2,9 triliun. Namun, dalam penilaian pengelola statuter hanya Rp 4 miliar. BPA menganggap nilai itu terlalu kecil. Begitu juga dengan aset operasional yang dinilai hanya Rp 40 miliar, BPA tidak sependapat dengan pengelola statuter. "Mereka tidak setuju dengan apa yang dilakukan pengelola statuter. Kami juga akan menanyakan hal ini nanti ke pengelola statuter," ujarnya.

Karena itu, Panja meminta agar segera dibuat kesepakatan penyelamatan antara pengelola statuter dan BPA. "Kita meminta pengelola statuter, BPA, dan direksi nonaktif saling percaya untuk menyusun roadmap penyelamatan itu. Ini harus dibicarakan dengan pertimbangan prosedur kesepakatan hukum yang benar, komersial, dan saling menguntungkan," katanya. (*)