Tempo.Co

Pemerintah Perlu Segera Perjelas Status Batam
Jumat, 21 April 2017
Banyak permasalahan yang terjadi di Batam saat ini, mulai persoalan lahan hingga masalah kewenangan.

Kunjungan spesifik Tim Komisi II DPR, yang dipimpin Rufinus Hotmaulana Hutahuruk, ke Provinsi Kepulauan Riau menyoroti dualisme kewenangan antara Pemerintah Kota Batam dan BP Batam yang masih terus bergulir hingga saat ini. Pertemuan dihadiri semua stakeholder yang terkait dengan Provinsi Kepulauan Riau di ruang pertemuan Gedung Graha Kepri Batam, Selasa, 18 April 2017.

Dalam pertemuan itu, Wali Kota Batam Rudi mengatakan terdapat banyak permasalahan di kotanya saat ini, mulai persoalan lahan hingga masalah kewenangan. "Apa yang ditangani kami, BP Batam juga melakukannya. Saran kami, ada pembagian wilayah kerja. BP Batam di mana, pemkot (pemerintah kota) di mana," katanya.

Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad. Menurut dia, penyelesaiannya di lapangan tak kunjung ada kepastian meskipun semua permasalahan di Batam sudah diketahui pemerintah pusat.

Menurut Amsakar, pemerintah pusat harus memperjelas status Batam apakah akan tetap menjadi Free Trade Zone (FTZ) atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Meskipun, dalam hal ini, pemkot lebih ingin status Batam menjadi KEK. Menurutnya, FTZ kini sudah tidak menarik lagi. “Kita sebaiknya beralih ke KEK sebagaimana arahan presiden. Nah, kewenangan kami antara pemkot dan BP Batam tinggal ditata. Tak ada tumpang tindih di wilayah yang sama," ujarnya.

Hal yang sama juga diutarakan Deputi 4 BP Batam Bidang Pengusahaan Sarana Usaha Lain Purba Robert M. Sianipar. Dia menilai permasalahan yang terjadi antara BP Batam dan pemkot bukan dari sisi regulasi. Namun, kata dia, lebih ke wilayah kerja BP Batam yang hampir seluruhnya berada di lahan yang sama dengan pemkot. "Kalau kita melihat peraturan perundang-undangan, tidak ada overlapping. Namun karena wilayah kerja BP Batam itu 65 persennya ada di pemkot dan mayoritas penduduk dan ekonomi ada di sini, seakan-akan ada dualismea dan tumpang tindih," ucapnya.

Ketika disinggung akan memilih status Batam sebagai FTZ atau KEK, Robert mengatakan pihaknya hanya melaksanakan tugas sesuai dengan aturan. "Kita ikuti saja arahnya ke mana. Tentu Batam akan disebut KEK transisi, ada periode waktunya. Kita harus bersiap dengan itu," katanya.

Hingga saat ini, sudah digelar 17 kali rapat di Jakarta dengan DPR, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koordinator Perekonomian, Ombudsman, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Dewan Ketahanan Nasional, tapi kebijakan yang ditunggu dalam bentuk peraturan pemerintah terkait dengan KEK tak kunjung diterbitkan. Mereka hanya berkutat di permasalahan yang sama. (*)