Tempo.Co

RUU Kepalangmerahan, Komisi IX Serap Masukan Berbagai Pihak
Rabu, 26 April 2017
Masukan dari berbagai perspektif organisasi kemanusiaan di Indonesia ini sebagian besar tidak begitu mempermasalahkan.

Pada Rabu, 26 April 2017, Komisi IX DPR RI melakukan maraton rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai pihak terkait dengan Rancangan Undang-Undang Kepalangmerahan. Pada pukul 10.00 Komisi memulai RDPU dengan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Muhammadiyah Disaster, Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU, Buddha Tzu Chi, Obor Berkat, dan Dompet Dhuafa.

Selesai dengan RDPU pertama ini, pada pukul 14.00 Komisi IX juga melakukan RDPU dengan Pusat Kesehatan TNI, BNPB, Badan SAR, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), dan International Committee of the Red Cross (ICRC).

Berbagai pihak yang hadir ini memberikan berbagai pandangan kepada Komisi IX terkait dengan pembahasan RUU Kepalangmerahan. Pemilihan penggunaan simbol masih menjadi salah satu poin yang diperdebatkan. Disebutkan dari perwakilan IFRC, pemilihan emblem atau simbol bukan hal krusial. Hanya saja, tidak boleh menggunakan dua lambang karena telah diatur dalam peraturan internasional.

“Terkait dengan penggunaan simbol ini, Komisi IX mengundang berbagai organisasi kemanusiaan memberikan masukan,” kata Ketua Komisi IX Dede Yusuf. Masukan dari berbagai perspektif organisasi kemanusiaan di Indonesia ini sebagian besar tidak begitu mempermasalahkan penggunaan simbol sejauh tidak menyimpang dari tujuan kemanusiaan. Untuk organisasi BSMI kurang sepaham bila penggunaan simbol dimonopoli.

Dari pihak Pusat Kesehatan TNI menyebut diperlukan penegasan di isi RUU terkait dengan peran TNI dalam kegiatan kepalangmerahan. Supaya tidak rancu, yang bisa memakai simbol kepalangmerahan adalah bagian Pusat Kesehatan TNI dan Dinas Kesehatan Angkatan lainnya. Disebutkan prajurit TNI bertugas untuk berperang, jadi kurang sinkron bila dimasukkan dalam gerakan kemanusiaan kepalangmerahan. (*)