Tempo.Co

RUU Sisbuk Akhirnya Disahkan
Jumat, 28 April 2017
DPR Batal Sahkan Undang-Undang Sistem Perbukuan

Rapat paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Sistem Perbukuan (RUU Sisbuk) menjadi Undang-Undang. RUU yang terdiri atas 12 bab dan 72 pasal itu mengusung semangat menjadikan buku yang murah, mutu, dan merata. Diharapkan RUU ini dapat menjawab kebutuhan dan permasalahan dalam pembangunan kompetensi masyarakat berbasis pengetahuan melalui buku.

Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya dalam laporannya pada rapat paripurna di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 27 April 2017, menjelaskan, potret minat baca yang rendah pada sebagian masyarakat Indonesia masih menjadi isu pembangunan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam rangka menyiapkan masyarakat berbasis pengetahuan. “Apalagi data UNESCO menunjukkan minat baca bangsa Indonesia berada pada angka 0,001, di mana hanya ada satu orang yang membaca per 1.000 penduduk,” ujar Riefky.

Permasalahan literasi tersebut, menurut Riefky, mendorong Komisi X DPR RI, selaku lembaga legislatif, menyusun Rancangan Undang-Undang Perbukuan yang memiliki konsep dan arah kebijakan mewujudkan buku yang terjamin dari segi mutu, segi keterjangkauan harga (murah), dan dari segi akses yang merata.

Kemudian amanat Pembukaan UUD Negara RI 1945 alinea keempat dan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 Pasal 31 ayat 5, pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya buku bermutu, murah, dan merata sebagai salah satu sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia. “Upaya pembangunan dan peningkatan budaya literasi tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah guna mendorong masyarakat berperan dalam tingkat global. Untuk itu, diperlukan penyelenggaraan tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui pengaturan sistem perbukuan yang sistematis, menyeluruh, dan terpadu,” tutur Riefky.

Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan pokok-pokok RUU tersebut. Pertama, menjamin ketersediaan buku bermutu, murah dan merata, baik buku umum maupun buku pendidikan, dalam hal ini buku teks utama dan buku teks pendamping. “Untuk itu, diperlukan politik anggaran perbukuan yang difokuskan pada penyediaan buku teks utama tanpa dipungut biaya, yang akan digunakan dalam proses pembelajaran Wajar 9 Tahun dan Wajar 12 Tahun,” kata Riefky. 

Kedua, menjamin penerbitan buku bermutu dan pengawasan buku yang beredar, perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan, serta memberi peluang tumbuh kembang dunia perbukuan. Ketiga, mengatur tugas dan fungsi serta kedudukan pemerintah, pelaku perbukuan, dan masyarakat dalam mengembangkan ekosistem perbukuan. 

“Pokok-pokok pengaturan buku dalam RUU tentang Sistem Perbukuan secara tegas bertujuan mendorong masyarakat membangun dan mengembangkan budaya literasi, sehingga mampu berperan di tingkat global. Sebagaimana kita ketahui, tingkat daya literasi suatu bangsa berbanding lurus dengan kemajuan bangsa,” ucap Riefky. 

Politikus asal Dapil Aceh itu pun menyampaikan pengesahan ini merupakan momentum yang tepat karena baru saja Hari Buku Sedunia dirayakan pada 23 April 2017, juga menjadi kado bermakna dalam peringatan Bulan Buku Nasional pada 17 Mei mendatang. 

Setelah Riefky menyampaikan laporannya, Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Fadli Zon, selaku pimpinan rapat, menanyakan kepada semua anggota Dewan yang hadir. Jawaban setuju pun didengungkan oleh semuanya dan palu pengesahan pun diketuk. (*)