Tempo.Co

Fadli Zon: Sistem Proporsional Terbuka, Partisipasi Publik Lebih Besar
Selasa, 02 Mei 2017
Saat ini, isu seputar sistem pemilu masih menjadi perdebatan hangat di Pansus Pemilu DPR RI.

Saat ini, isu seputar sistem pemilu masih menjadi perdebatan hangat di Pansus Pemilu DPR RI, apakah akan tetap menganut sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup. Keduanya kini terus dikaji secara mendalam, mana yang paling ideal untuk sistem pemilu di Tanah Air.

“Saya melihat, dengan sistem proporsional terbuka, akan jauh lebih besar partisipasi publiknya. Itu akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat, sehingga masyarakat kita akan memilih calon-calon terbaik yang ada,” ujar Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon saat memberikan sambutan dalam Sekolah Parlemen Kampus 2017 di aula kantor Bupati Karawang, Sabtu, 29 April 2017.

Sebagaimana diketahui, dalam sistem proporsional terbuka yang sudah diterapkan selama dua periode pemilihan, mereka yang terpilih menjadi legislator adalah yang menuai suara terbanyak. Di sisi lain, yang lebih banyak bekerja adalah bakal calon anggota legislatif, di mana caleg nomor urut 1 sampai 9 semuanya mempunyai kesempatan yang sama.

Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, ada party list. Parpol mempunyai list 1 sampai 9, dan yang akan terpilih adalah sesuai dengan nomor urut. Pada sistem ini yang akan banyak bekerja adalah mesin partai. Pada sistem proporsional tertutup, kesempatan hanya ada di nomor urut 1 atau 2, bergantung pada kekuatan parpol tersebut.

“Artinya, dalam pemilu nanti, partisipasi publik jauh lebih tinggi pada sistem proporsional terbuka. Sebab, semua caleg akan melakukan sosialisasi ke semua arah dapil dan semua elemen masyarakat. Sistem ini juga akan jauh lebih meriah, karena semua caleg menggunakan berbagai macam strategi untuk melakukan pendekatan pada konstituennya masing-masing,” tutur Fadli.

“Sementara sistem proporsional tertutup bisa diproyeksikan, partisipasi masyarakat akan lebih rendah, karena yang lebih banyak bekerja adalah mesin partai,” katanya.

Saat ini ada 10 partai politik (parpol) yang terwakili di lembaga legislatif, dan ada beberapa parpol baru yang sudah mendaftar dan tinggal menunggu verifikasi yang diatur dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas DPR bersama pemerintah. “Namun, saya melihat di Indonesia sebenarnya 10 partai saja sudah cukup memadai,” kata Fadli.

Fadli berharap, baik partai baru maupun lama, semuanya akan hidup dinamis dengan payung UU Pemilu yang baru nanti. Semuanya harus merefleksikan kepentingan keberagaman masyarakat yang ada di Indonesia. “Semua mempunyai hak yang sama antara partai baru dan partai yang sudah terwakili di DPR. Ini saya kira penting,” ujar politisi Gerindra ini.

Setidaknya, kata Fadli, pada pemilu 2019 yang akan datang, lebih dari 10 parpol akan ikut berkontestasi dalam pemilu. “Kita tidak tahu hasil dari lobi dan keputusan Undang-Undang Pemilu nanti, berapa persen parliamentary treshold,” kata Fadli mengomentari RUU Pemilu yang sedang dalam proses pembahasan. (*)