Menjadi salah satu prioritas, Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty terus dibahas oleh Komisi XI DPR. Untuk mendapatkan berbagai pandangan dan masukan, Komisi XI DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan sejumlah pihak. Pada 25 April 2016, giliran Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dimintai pandangan oleh Komisi XI dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit.
Dalam paparannya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, dari studi kasus, di negara maju, pengampunan pajak meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak. Sedangkan di negara berkembang, hal itu meningkatkan penerimaan jangka pendek. Namun untuk jangka panjang menurun akibat administrasi yang buruk dan ketidaknyamanan wajib pajak.
Lebih lanjut, Agus menyatakan, pengampunan pajak bukan langkah populer. Pengampunan pajak memberi keringanan bagi mereka yang mengelak membayar pajak sehingga terasa tidak adil untuk wajib pajak yang patuh membayar pajak.
Namun, untuk saat ini, kebijakan pengampunan pajak bisa berpotensi menarik dana besar dari luar negeri. "Data global financial integrity, ada lebih dari 3.000 triliun dana di luar negeri, untuk itu aturannya harus jelas dan baik dan kuat agar dana tidak hanya sebentar masuk ke Indonesia, lalu keluar bersamaan," tutur Agus.
Sementara itu, OJK dan BKPM sudah menganalisis arah penyerapan dana yang masuk dari kebijakan pengampunan pajak. "Analisis kami mulai melihat kira-kira berapa bisa masuk sektor perbankan, perumahan, ekonomi kreatif, pembiayaan asuransi pertanian dan peternakan, maritim, infrastruktur, pariwisata, hingga keperluan pengembangan energi baru," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad.
Ditegaskan juga bahwa Komisi XI membahas UU ini untuk kepentingan negara. “Undang-undang ini dilaksanakan demi kepentingan ekonomi nasional. Tidak saja demi kepentingan pemerintah saat ini tetapi juga untuk pemerintahan selanjutnya,” ucap anggota Komisi XI Johnny G. Plate. (*)